- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Syarif Hasan, meminta Kementerian Keuangan untuk menghapus pengenaan pajak sebesar 0,5 persen untuk usaha mikro dengan omzet di bawah Rp300 juta per tahun.
"Kita maunya yang Rp300 juta ke bawah itu nol persen, sedangkan pelaku usaha beromzet Rp300 juta ke atas itu satu persen," ujarnya di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa 5 Februari 2013.
Syarif khawatir kalau pengenaan pajak tersebut akan membebani para pengusaha mikro yang baru memulai usaha. Kementerian Koperasi dan UKM wajib melindungi orang yang ingin memulai usaha.
Ditemui di kantor Wakil Presiden, Menteri Keuangan Agus Martowardojo, mengatakan bahwa Kemenkeu tidak dapat menghapus atau menihilkan persentase pajak yang dikenakan pada usaha mikro tersebut. Sebab, hal tersebut bertentangan dengan UU pajak.
Agus menuturkan, pengenaan pajak kepada usaha mikro dan kecil menengah untuk meningkatkan basis pajak di Indonesia. Ia mengungkapkan, saat ini, masih banyak masyarakat ataupun badan usaha yang sebarusnya masuk kriteria wajib pajak belum melakukan kewajibannya.
"Jadi, sektor informal harus ditingkatkan, salah satunya yang kita masukan UKM," kata mantan Dirut Bank Mandiri ini.
Agus menjelaskan, pengenaan pajak pada UKM dan usaha mikro akan dilakukan dengan sistem sederhana. Ia menjamin bahwa sistem ini akan membuat para pelaku usaha yang masuk dalam kriteria tersebut tidak terbebani. Sebab, untuk usaha mikro, Ditjen Pajak akan menyeleksi secara ketat siapa saja yang akan dikenakan pajak.
Kemenkeu saat ini masih mengkaji pelaku usaha mana saja yang akan dikaji. Pemerintah akan mengeluarkan peraturan pemerintah sebagai dasar hukum pungutan pajak.
"Angkanya belum final. 0,5 persen untuk UKM di bawah Rp300 juta itu masih belum pasti. Tapi di atas Rp300 juta akan dikenakan pajak atas dasar omzet," kata Agus. (asp)