Herman Prananto

"Urusan Saya dengan Choel Mallarangeng Soal Proyek Pemda"

Komisaris PT Global Daya Manunggal, Herman Prananto
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVAnews – Kasus korupsi Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang, Kabupaten Bogor terus menggegerakan Republik. Hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan proyek pembangunan senilai Rp1,2 triliun ini telah digelembungkan secara luar biasa.  

Kontraktor pun jadi sorotan, khususnya konsorsium PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya. Pada praktiknya, dua BUMN ini bertindak sebagai broker saja. Setelah dinyatakan menang tender, mereka mensubkontrakkan pekerjaan ke 55 perusahaan lain. Salah satu yang terbesar adalah PT Dutasari Citra Laras (DCL), yang antara lain dipimpin istri Anas Urbaningrum, Atthiyah Laila. PT DCL mendapat kontrak mechanical electrical senilai Rp295 miliar.

Declan Rice: Rodri Salah Satu Pemain Terbaik di Dunia

Di antara kontraktor itu, salah satu yang telah diminta keterangan oleh KPK adalah Herman Prananto, pemilik PT Global Daya Manunggal (GDM). Dinilai tahu seluk beluk Hambalang, dia telah tiga kali diperiksa sebagai saksi. PT GDM mendapat proyek pekerjaan fondasi senilai Rp127 miliar.

Kepada wartawan VIVAnews di kantornya di bilangan Slipi, Jakarta Barat, 6 Februari 2013 lalu, saksi kunci ini mengungkap banyak hal penting tentang proyek kontroversial ini. Berikut petikannya:

Otto Hasibuan Sebut Gugatan Sengketa Pilpres Anies dan Ganjar Sebuah Kemunduran

Bagaimana ceritanya Anda menjadi subkontraktor proyek Hambalang?

Dalam mencari pekerjaan, saya mencari peluang-peluang. Saya memperkenalkan diri karena ada yang sedang digarap PT Adhi Karya, Tbk. Karena saya punya pengalaman, ya saya berusaha minta pekerjaan. Jadi, tidak ada salahnya.

MIND ID Pastikan Beri Manfaatan Bagi Daerah Wilayah Kerja, Begini Caranya

Waktu itu minta kepada siapa?

Soal mencari peluang, itu adalah urusan bagian marketing saya. Saya tidak tahu.

Ada persyaratan-persyaratan khusus agar bisa ditunjuk menjadi sub kontraktor?

Sebagaimana perusahaan yang lain, kami juga sudah tahu semua persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti proyek ini. Kami sudah menyiapkan semua persyaratan itu. Sehingga perusahaan kami ini bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang lain itu. Dengan pengalaman panjang kami selama ini, kami kemudian mengajukan penawaran dan bernegosiasi dengan PT Adhi Karya.

Tim dari perusahaan kami datang ke sana. Akhirnya harga yang kami tawarkan dipress. Harganya sekitar 13-15 persen di bawah harga yang kami tawarkan. Setelah kami sepakat, kontrak lalu diteken.

Perusahaan Anda, PT Global Daya Manunggal, mendapat bagian pekerjaan apa saja? Berapa total nilainya?

Perusahaan kami mendapat proyek pembangunan Gedung Olahraga (GOR) dan asrama putera-puteri. Nilai proyek yang kami kerjakaan itu sebesar Rp100 miliar. Sedang total nilai proyek Hambalang itu sebesar Rp1,2 triliun. Ya, saya kebagian membangun proyek senilai Rp100 miliar saja sudah bersyukurlah.

(Soal kontraktor Hambalang, baca juga wawancara ).

Menurut Wafid Muharam Anda pernah mengirim Nanny Ruslie untuk bertemu dengannya. Kepada Wafid, Nanny minta Global ditunjuk menjadi salah satu sub kontraktor. Apakah cerita Wafid itu benar?

Ibu Nanny itu adalah bagian marketing. Dan sangat biasa orang marketing bertemu dengan orang lain. Kalau kamu misalnya seorang pejabat, saya akan datang menemui kamu untuk mencari pekerjaan,  “Ada nggak, Pak? Bagi-bagi kerjaan, dong.” Marketing kan biasa seperti itu. Di mana-mana orang marketing memang seperti itu.

Berarti benar Nanny Ruslie ini staf Anda?

Ya. Pekerjaan dia adalah mencari informasi. Dan memang itu pekerjaan orang-orang yang bekerja di bagian markenting. Mencari informasi. “Pak, di tempat ini ada pekerjaan apa, sih?” Itu adalah hal yang sangat biasa. 

Apakah Anda menugaskan Nanny Ruslie bertemu Wafid?

Bukan menugaskan. Memang itu pekerjaan bagian marketing.

Nanny pernah bertemu Wafid?

Saya tidak tahu persis apakah dia bertemu dengan Pak Wafid atau tidak. Tapi bagian marketing itu bisa ke mana saja. Bisa bertemu Wakil Wali Kota, Dinas Pekerjaan Umum. Pokoknya mencari peluang ke mana-mana. 

Menurut penuturan Wafid di media, dia pernah meminta Paul Nelwan untuk membawa PT Global bertemu direksi Adhi Karya. Semula Global ditolak, tapi belakangan disetujui. Benar begitu?

Kok ditolak. Saya tidak tahu prosesnya. Saya tidak tahu soal itu. 

Betulkah penunjukkan Global dipaksakan?

Jelas tidak. Kok, bisa dipaksakan? Kalau masuknya Global itu dipaksakan, mestinya harga yang kami tawarkan tidak di-press. Kami itu mendapat proyek itu dengan cara yang biasa. Melewati proses marketing sebagaimana biasanya.

Maksudnya di-press?

Harga yang kami tawarkan itu dinego. Ditekan. Kalau benar bahwa perusahaan kami itu dipaksakan supaya bisa masuk, mestinya harga kami sama dengan sub kontraktor yang lain, dong. Saya tidak mau menyebutkan siapa kontraktor yang lain itu. Tidak enak. Janganlah. Yang pasti adalah bahwa harga yang kami tawarkan itu ditekan hingga sangat minim sekali.

Seharusnya berapa nilai kontrak Anda?

Sesuai penawaran kami.

Berapa?

Saya tidak ingat. Itu urusan teman-teman yang bekerja di bagian teknis. Pokoknya harganya ditekan. Yang saya dengar, kalau tidak salah sekitar 13-15 persen. Proyek yang kami kerjakan itu senilai Rp100 miliar. Kami kerjakan dengan benar. Saya sudah diperiksa BPK. Mereka menilai harga yang kami kerjakan itu wajar. Sangat wajar.

Proyek yang saya kerjakan adalah membangun gedung. Cor beton dan tembok hingga menjadi gedung. Sedangkan untuk mechanical electrical dikerjakan oleh perusahaan lain. Harga satuan pada setiap item proyek yang kami kerjakan diketahui banyak orang. Harga batu bata gampang dicek ke pasar. Karena itu harga umum. BPK sudah memeriksa perusahaan kami dan menegaskan bahwa semuanya clear.

Ada tuduhan Global mendapat proyek ini karena bantuan kerabat dekat Andi Mallarangeng, Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga ketika itu. Benarkah? 

Tidak. Saya tidak kenal Beliau. Saya berurusan dengan adiknya yaitu Pak Choel bukan dalam soal proyek Hambalang. Melalui perusahaanya Fox Indonesia, dia kan sering disewa tim sukses calon kepada daerah. Kebetulan banyak proyek saya di daerah seperti Riau, Lampung, dan Kalimantan Timur. Karena dia sudah kenal baik dengan sejumlah kepala daerah, saya minta dikenalin. Urusan saya dengan dia semata-mata soal daerah dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan Hambalang.

Jadi, Anda tidak pernah minta bantuan Choel Mallarangeng untuk memuluskan Global menjadi sub kontraktor Hambalang?

Tidak pernah. Sama sekali tidak pernah. Urusan saya dengan Pak Choel cuma soal pemda. Dia seorang pengusaha, saya juga pengusaha. Pinjam-meminjam uang di kalangan pengusaha itu sudah biasa. Suatu saat saya butuh duit, ya saya pinjam dari dia.  Hal seperti itu sudah biasa. Namanya pengusaha dengan pengusaha. Dia bukan pejabat lho, tapi swasta.

Saya jadi bingung, kok aneh diseret-seret ke kasus ini. Dengan abangnya (Andi Mallarangeng) saya tidak pernah kenalan.

Anda mengaku pernah memberikan uang kepada Choel. Choel juga mengakuinya. Sebetulnya, uang itu untuk apa?

Itu bukan memberi tapi pinjam-meminjam. Jumlahnya Rp2 miliar. Dan itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan proyek Hambalang. Itu untuk proyek-proyek di daerah. Nanti ada hitungannya. Kalau proyek di pemda ini gol, kami akan bagi hasil dengan dia.

Betulkah Anda masih punya tagihan di Adhi Karya?

Iya. Sampai sekarang mereka belum bayar Rp50 miliar. Memangnya perusahaan saya ini perusahaan raksasa? Memangnya perusahaan saya ini perusahaan kaya raya, di mana uang Rp50 miliar itu tidak ada artinya. 

Uang Rp50 miliar itu akan tetap Anda tagih?

Ya. Saya sudah serahkan ke pengacara. Apa pun kejadiannya, mereka harus bayar. Katanya sih mereka mau membayar.

Anda berapa kali diperiksa KPK?

Tiga kali. Keterangannya sama begini ini. KPK minta semua bukti penagihan, yang diutang berapa, yang dibayar dicicil mana buktinya. Saya serahkan semua. Berita acaranya semua saya serahkan. Fotokopi-fotokopi surat saya serahkan. Sakit banget saya. Kerja sudah baik-baik, harga sudah minim, masih digini-giniin.

Rata-rata berapa jam Anda diperiksa di KPK?

Terakhir tidak sampai satu jam. Sebelumnya, sekitar 3-4 jam.

Selain itu, yang ditanyakan KPK apa saja?

Sama seperti Anda tadi. Apa urusannya sama Pak Choel? Ya saya bilang dia pengusaha, dia konsultan calon kepala daerah. Dengan saya, Pak Choel nggak pernah bicara proyek yang berhubungan dengan Kemenpora. Tidak pernah sama sekali.

Lalu, apa biasanya yang dibicarakan?

Ya, itu tadi, soal proyek saya di daerah.

Anda sudah sering menangani proyek pemda?

Sering, antara lain pembangunan kantor wali kota.

Mana saja?

Banyak. Kantor bupati, kantor DPRD di Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Lampung, dan GOR di Kediri, Jawa Timur. Proyek pemda semua, karena saya terbiasa urusan sama pemda. 

* * *

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya