Sumber :
- Antara/ Widodo S Jusuf
VIVAnews -
Pakar Komunikasi Politik Universitas Indonesia, Effendi Gazali mengajukan uji materi Undang-Undang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi. Dia menilai Pilpres setelah Pemilu legislatif merupakan pemborosan.
Effendi pun menggugat beberapa Pasal dalam UU Nomor 42 Tahun 2008 yakni Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112.
Selain itu, dengan pemilu yang tidak serentak maka kemudahan warga negara untuk melaksanakan hak pilihnya secara efisien, terancam. "Hak pilih dan kemampuan berpolitik warga negara akan mengalami kerugian konstitusional jika Pasal-pasal dalam Undang-Undang ini masih diberlakukan," kata dia.
Jika pemilu presiden dan wakil presiden dengan Pemilu legislatif dilaksanakan secara serentak, maka pemilih akan menggunakan hak pilihnya secara cerdas dan efisien.
"Jadi kalau kita yakin memilih presiden tertentu, kita juga akan memilih calon legislatif dari partai yang sama dengan presiden yang kita pilih. Kita juga bisa memilih legislatif dari partai tertentu, dan memilih presiden dari partai lain. Itu hanya bisa terjadi kalau Pemilu presiden dan legislatif serentak," ungkap dia.
Keuntungan dari pemilu serentak lainnya adalah setiap partai politik bisa mengajukan calon presiden. "Atau partai-partai politik bisa bersama-sama mengusulkan, jadi tidak mesti satu partai satu calon presdien," tegas dia.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Jika pemilu presiden dan wakil presiden dengan Pemilu legislatif dilaksanakan secara serentak, maka pemilih akan menggunakan hak pilihnya secara cerdas dan efisien.