Dua Dara Perancang Dewi “Benten”

Lisa Daryono dan Cecilia Yuda
Sumber :
  • Dok. BENTEN
VIVAlife  – Bagi masyarakat awam, mungkin nama “BENTEN” tak begitu akrab. Merek ini memang lebih kondang di dunia fesyen. Mereka spesialis gaun malam, dan juga gaun cocktail. Tapi bagi jajaran selebritas papan atas, merek ini kian akrab di telinga. 
Waspada! Demam Berdarah Mengganas, Jakarta Jadi Episentrum dengan 35 Ribu Kasus

Sebut saja sederet nama artis ini: Atiqah Hasiholan, Bunga Citra Lestari, Cathy Sharon, Luna Maya, Nadine Chandrawinata, Asmirandah, Nabila Syakieb, Sandra Dewi, hingga Marsha Timothy. Tubuh mereka pernah dibalut gaun rancangan desainer asli produk dalam negeri itu. 
Pelatih Timnas Brasil Peringatkan Real Madrid soal Endrick

Tak cuma di Indonesia, label berciri khas gaun elegan dan ultra feminin ini juga berkibar di negara manca. BENTEN tampil di pagelaran busana top dunia, seperti  Rosemount Australian Fashion Week, New Zealand Fashion Week, dan Hong Kong Fashion Week. Merek itu pernah dipakai oleh supemodel asal Singapura, Sheila Slim. Juga oleh aktris cum model internasional, Charmaine Harn. 
KLHK: 3,37 Juta Hektare Lahan Sawit Terindikasi Ada dalam Kawasan Hutan

Di balik pesona gaya yang dipantulkan merek ini, ada dua nama perancang berbakat, yang karyanya kini sering mengundang decak kagum. Mereka adalah Cecilia Yuda dan Lisa Daryono. 

Dewi Jepang

Tak ada sekolah khusus yang ditempuh Cecilia dan Lisa untuk jago merancang busana. Mereka tak pergi ke sekolah resmi urusan desain. Bahkan, saat kuliah di Australia, keduanya belajar ilmu yang jauh dari soal gaya busana. Lisa mengambil jurusan Perbankan dan Keuangan. Sementara Cecilia studi di jurusan Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. 

“Kebetulan kita sukanya art, lukis dan gambar. Jadi nggak pernah ambil pendidikan formal untuk desain. Cuma karena hobi dan passion saja,” ujar Cecilia yang mengidolakan desainer Lenny Agustin ini kepada VIVAlife.

Baik Cecilia dan Lisa, tak pernah padam semangatnya untuk belajar desain secara mandiri. “Otodidak, kerja kerasnya lima kali lipat ya,” kata Cecilia tersenyum. 

Ada cerita bagaimana mereka terjun ke dunia desain secara serius. Saat pulang ke Jakarta, kedua gadis ini sulit menemukan gaun yang cocok. Maklumlah, selera fesyen mereka lumayan terasah di Negeri Kanguru itu.

Karena sulit cari gaun yang oke, Cecilia dan Lisa mulai membuat gaun pesta sendiri. Mereka  pun mengenakannya dalam berbagai acara. Rupanya, hasil “prakarya” itu menarik hati banyak orang. Pujian berdatangan. Hidung keduanya sampai kembang kempis. Bukan hanya bangga oleh pujian, tapi juga mencium peluang bisnis. 

Selama enam bulan, Cecilia dan Lisa lalu menggodok ide dan konsep bisnis gaun itu. Mereka membuat konsep rancangan ready to wear, dengan harga terjangkau. Ini penting, soalnya Cecilia dan Lisa ingin gaun mereka bisa langsung dikenakan tanpa harus dipermak kembali. 

Ada banyak pernik dalam soal merencang gaun. Selain soal ukuran, mereka juga harus memikirkan aksesori yang membuat gaun makin trendy. Dalam soal gaun, lazimnya hampir semua wanita menyukai pernik gemerlap, agar terlihat mewah dan elegan. Cecilia dan Lisa pun mulai memilih payet, atau manik yang cocok untuk dipadukan dengan gaun.  

Payet itu tak dipasang memakai mesin. Mereka mengerjakannya dengan tangan, sehingga gaun terlihat lebih halus dan mewah. Pada akhirnya, ini menjadi semacam nilai jual dari rancangan Cecilia dan Lisa. Pada Juni 2007, setelah mantap dengan konsep dan produknya, Cecilia dan Lisa pun resmi mendirikan lini busana BENTEN. Apa arti nama BENTEN itu? 

Lisa mengisahkan, bahwa asal merek itu dari nama dewi keberuntungan di Jepang: Benzaiten. Itu adalah salah satu dewi, dari banyak dewa di kuil Jepang. “Waktu ke Jepang di setiap kuil itu ada dia. Dewi yang spesial. Melambangkan cewek kuat, independen, dan baik,” kata Lisa pengagum rancangan desainer muda, Sapto Djojokartiko ini. 

Awal bisnis ini ditempuh, kedua dara itu juga tersandung banyak hal. Mulai dari masalah produksi, deadline, jumlah pekerja, hingga ide. “Dari awal sampai akhir sulit. Kadang di patung (manekin) bisa dua minggu didiamkan saja. Pas dapat inspirasi baru buat lagi,” ucap Lisa.

Jangan Mandek

Soal ide, baik Cecilia dan Lisa, mengatakan bisa mendapatkannya dari mana saja. Saat Jakarta Fashion Week 2013 lalu, misalnya. Keduanya merilis 48 koleksi gaun feminin yang terinspirasi dari surat cinta. Koleksi yang didominasi warna pastel, seperti dusty pink, dusty turquoise, dan ungu lavender itu pun, membetot perhatian pengamat fesyen.

“Temanya billet doux dalam bahasa Perancis. Artinya surat cinta. Tulisan tangan itu kan art, kreasi, goresan seni bagi orang yang kita cintai,” kata Cecilia. Itu sebabnya, untuk menonjolkan aksen tertentu, kata Lisa, mereka memakai warna pastel yang feminin.

Kini banyak selebritas kepincut gaun rancangan Cecilia dan Lisa. Mereka kerap memborong gaun di butik BENTEN. “Mereka banyak dikejar acara di televisi, sehingga butuh gaun cepat dan bisa langsung  pakai,” ujar Lisa.

Meski baru memiliki dua butik di Kemang dan Pluit, gaun rancangan Cecilia dan Lisa juga telah dikenal hingga ke negara tetangga, seperti Singapura. Ke depannya, mereka berharap tak hanya merancang baju, tetapi juga tas serta aksesori.  

Dua dara itu seperti tersiram semangat dari dewi Jepang yang dipinjam namanya itu. Baik Cecilia dan Lisa, sepakat ada standar yang harus dipenuhi, agar bisa sukses sebagai perancang busana. “Harus konstan dalam berkarya. Sering desainer mandek setelah beberapa tahun,” kata Lisa. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya