Ini Akar Kasus yang Mengirim Jenderal Susno ke Bui

Susno Duadji Menandatangani Surat (Administrasi Lapas)
Sumber :
  • breaking news-tvOne

VIVAnews – Komisaris Jenderal Pol (Purn) Susno Duadji akhirnya menyerahkan diri ke Kejaksaan Agung, Kamis malam 2 Mei 2013, setelah menjadi buron selama empat hari. Ia kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Pondok Rajeg, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sesuai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memvonisnya 3 tahun 6 bulan penjara.

Eksekusi terhadap Susno Duadji sendiri telah berkali-kali gagal. Susno selalu mangkir setiap dipanggil Kejaksaan. Terakhir kali ketika tim jaksa gabungan berupaya untuk membawanya secara paksa dari rumahnya di kawasan Dago Pakar, Bandung, menuju Lapas Sukamiskin di kota itu, Rabu 24 April 2013, Susno memberontak. Dia bersikukuh tak mau dijebloskan ke penjara.

Kesalahan redaksional dan kesalahan nomor perkara dalam putusan Susno menjadi alasan bagi mantan Kabareskrim Polri itu untuk menolak dieksekusi. Namun setelah hampir seminggu drama Susno seperti tak berujung pangkal, akhirnya mantan Kapolda Jawa Barat itu menghubungi Kejaksaan dan menyerahkan diri dengan sukarela.

Ada dua kasus yang membuat Susno menjadi terpidana, yakni kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan kasus korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Susno dituduh telah menerima suap sebesar Rp500 juta dari Haposan Hutagalung selaku pengacara investor PT SAL, melalui Sjahril Djohan.

Sejak awal terbelit kasus suap Rp500 juta di PT SAL itu, Susno telah menuding kasus itu sebagai rekayasa. Dalam pleidoi (pidato pembelaan) setebal 411 halaman yang dibacakan tim pengacara Susno secara bergantian di persidangan kasusnya dua tahun silam, 24 Februari 2011, Susno menyebut kasusnya bermula dari kemarahan Kapolri saat itu, Jenderal Pol (Purn) Bambang Hendarso Danuri, karena Susno membongkar praktik mafia hukum di lingkungan kepolisian.

“Kemarahan itu diwujudkan dengan mecari-cari kesalahan terdakwa, dengan alasan melanggar kode etik,” kata pengacara Susno, Henry Yosodiningrat, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Susno lantas dituding melanggar Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik. Selain itu, Susno juga dituding melanggar disiplin lantaran tidak masuk kantor.

“Tujuan itu semua agar terdakwa dipecat secara tidak hormat,” kata Henry. Namun karena gagal menjerat Susno dengan sanksi etik, ujarnya, Polri kemudian menangkap Susno. “Penangkapan terhadap Susno dilakukan karena ia akan berangkat ke Singapura. Susno dituduh akan menemui Sjahril Djohan,” kata Henry.

Sjahril Djohan ini adalah mantan diplomat dan anggota Badan Intelijen Negara yang dituding Susno sebagai mafia kasus di Polri. Henry melanjutkan, Kapolri saat itu semakin marah dan membentuk tim yang dinamakan tim independen agar Susno ditangkap dan ditahan.

“Maka perkara (korupsi PT SAL) ini adalah fitnah dan rekayasa yang diciptakan oleh pihak-pihak  yang marah dan sakit hati kepada terdakwa,” ujar sang pengacara. Terlebih, ujar Henry, Susno telah menyebut nama-nama penyidik dan perwira tinggi Polri yang terlibat praktik mafia hukum.

Susno pun membantah terlibat kasus korupsi PT SAL. “Pelapor kasus PT SAL adalah saya. Saya yang mengungkap mafia kasus ini. Anehnya, kasus mafianya tidak jalan (diselidki) dan tidak ada yang diperiksa. Sekarang justru saya yang dijadikan tersangka atas keterangan seorang bernama Sjahril Djohan. Kalau saya terlibat kasus ini, saya kan harusnya diam-diam saja,” kata Susno.

Sementara Sjahril yang juga menjadi terdakwa dalam kasus itu, membenarkan Susno menerima suap sebesar Rp500 juta dari dia pada Desember 2008. (Baca juga ).

Saksi Meringankan Meninggal

Sahabat Susno yang kini juga rekan separtainya, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, mengatakan sejak awal sudah banyak keanehan dalam kasus Susno. “Kasus Susno jelimet, banyak kepentingan politik. Saat Susno diadili dan dia mengajukan ajudannya sebagai saksi yang meringankan bagi dia, ajudannya mati,” ujar Yusril.

Ada dua mantan ajudan Susno yang tewas selama proses persidangan terhadap Susno berjalan. Pertama, Brigadir Kepala Doni Rahmanto. Doni tewas akibat kecelakaan di jalan raya, 9 Maret 2011.

Airlangga Respons PDIP: Jokowi-Gibran Masuk Keluarga Besar Golkar, Tinggal Formalitasnya Saja

Penyebab kematian Doni yang merupakan anggota Gegana itu tidak pernah diketahui pasti karena tidak ada seorang saksi matapun yang melihat bagaimana proses kecelakaan yang menimpa Doni. Ia ditemukan sudah terkapar di Jalan DI Panjaitan, Jatinegara, Jakarta Timur. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, Doni meninggal karena luka hebat di kepalanya.

Kedua, Inspektur Dua Anjar Saputro. Ia mengalami kecelakaan di Parung, Bogor, 14 Oktober 2010. Anjar adalah saksi kunci Susno, juga dalam kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari. Wafatnya Anjar ini disebut pengacara Susno amat berpengaruh pada kasus kliennya. Anjar sudah menjadi ajudan Susno sejak Susno menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat.

Namun Kapolri Jenderal Timur Pradopo membantah tewasnya dua ajudan Susno ini terkait dengan kasus Susno. Menurutnya, peristiwa itu , bukan rekayasa. "Itu kecelakaan biasa. Doni itu bukan hanya ajudan Susno. Dia juga ajudan saya," kata Timur. (eh)

United Tractors Tebar Dividen hingga Total Rp 8,2 Triliun
Suzuki Avenis edisi 2024

Suzuki Luncurkan Skuter Matik Baru Rp24 Jutaan

Suzuki Avenis 125 2024 mempertahankan desain sporty yang menjadi ciri khasnya.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024