Ini Profesi Paling Rentan Depresi

Ilustrasi penulis perjalanan
Sumber :
  • iStockphoto
VIVAlife - William Styron, Sylvia Plath, dan JK Rowling adalah sederet penulis dengan karya yang cukup "terpatri". Tapi, di balik cerita menarik yang ditulis, ternyata mereka juga mengalami depresi serius. 

Hal itu diungkapkan oleh seorang profesor psikiatri di Johns Hopkins School of Medicine, Baltimore, Kay Redfield Jamison. Menurutnya, meski tidak ada data statistik jelas tentang berapa banyak penulis yang mengalami depresi, namun profesi penulis dianggap paling rentan terkena depresi.

Bahkan, penulis-penulis ini mengalami tingkat depresi lebih tinggi dari pekerjaan lainnya. 

"Ada beberapa unsur kebenaran, tetapi bukan berarti Anda harus takut untuk jadi penulis. Karena sebenarnya, tidak perlu jadi gila untuk menjadi orang kreatif," ujar Alan Manevitz, MD, seorang psikiater klinis di Lenox Hill Hospital New York City. 

Termasuk Mayor Teddy, Nikita Mirzani Bongkar Perilaku Ajudan-ajudan Prabowo Subianto
Para penulis ini dianggap rentan terhadap depresi, karena mereka sering menulis kisah tentang penderitaan. Parahnya, beberapa penulis menganggap bahwa hasil tulisan tidak akan bagus jika mereka tidak mengalami cobaan dan kesengsaraan yang sama seperti karakter dalam novel atau tulisan. 

Jadwal dan Siaran Langsung Tim Bulutangkis Indonesia di Piala Thomas dan Uber 2024
Mereka kerap menenggelamkan diri dalam penderitaan-penderitaan tersebut selama proses penulisan. Belum lagi, kurangnya interaksi sosial yang juga pemicu depresi. 

Asia Tenggara Bisa Jadi Pemimpin Industri Kripto Dunia, Begini Penjelasannya
"Jika Anda mengisolasi diri sendiri dan tidak berinteraksi dengan dunia luar, maka lebih rentan depresi," ujar Alan. 

Ditambah lagi kondisi emosional para penulis yang mirip roller coaster. Ini biasa terjadi saat mereka terus dihadapkan dengan penolakan dari editor, agen, penerbit, atau bahkan rekan-rekannya. 

"Sebagian besar dari keberhasilan seorang penulis tergantung pada bagaimana orang lain berpikir tentang dia," ujar Dr Manevitz menambahkan.

David Straker, DO, profesor klinis asisten psikiatri di Columbia University Medical Center, New York, bahkan mengibaratkan seorang penulis dengan 'serigala tunggal'. Dengan menulis, mereka membiarkan diri berada dalam kesendirian di waktu lama, tanpa adanya interaksi dengan orang lain demi mendapat ketenangan. 

Kebanyakan penulis lebih senang menuangkan pikirannya dalam tulisan saat malam hari. Kebiasaan ini yang membuat kehidupannya menjadi tidak sehat. 

"Hal ini dapat merusak jadwal tidur, yang juga meningkatkan kemungkinan depresi," terang David seperti dikutip Daily Mail.  (one)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya