- kaskus.co.id
VIVAnews - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) baru saja memberikan restu pada XL Axiata dan Axis untuk merger alias bersatu. Pemerintah memastikan bahwa merger itu tidak mengandung unsur praktik monopoli.
Namun, dengan merger itu, XL Axiata selaku pihak yang mengakuisisi akan mendapatkan tambahan frekuensi yang dimiliki Axis. Meski sebagian dikembalikan ke pemerintah, frekuensi yang diterima XL cukup besar.
Frekuensi yang lebih lebar bisa membuat XL agak lebih jemawa, leluasa memainkan peran penting sebagai salah satu operator terbesar di arena perang telekomunikasi, misalnya dengan memangkas tarif telepon, SMS, dan internet.
Menanggapi kemungkinan itu, Direktur Sales PT Telkomsel, Mas'ud Khamid enggan ambil pusing. Dia mengaku tidak gentar apabila di depan akan terjadi perang tarif.
"Kami siap menyikapi keadaan. Fokus kami sekarang ini bukan itu, tapi coverage, capacity, dan capability jaringan, karena mobilitas pelanggan semakin luar biasa," ujarnya pada wartawan di Jakarta, Selasa 12 Maret 2013.
"Kompetitor mau pasang tarif murah, silahkan saja. Kami tidak akan terhasut. Kami cukup merespons sewajarnya. Yang lebih saya takutkan itu, kalau layanan jelek. Itu lebih bahaya. Pelanggan bisa kabur," ujar Mas'ud.
Menurutnya, perang tarif seperti yang terjadi lebih dari setengah dasawarsa silam hanya memperburuk keadaan Telkomsel dan operator-operator pada umumnya.
"Karena, kalau tarif terlalu murah, lalu bagaimana operator bisa membangun jaringan? Dari mana uangnya? Yang ada, pembangunan infrastruktur akan melamban, kualitas layanan jadi jelek, bandwidth sempit, coverage nggak nambah-nambah," ungkap Mas'ud.
"Kalau sudah begitu, pelanggan juga merugi. Ekosistem jadi tidak sehat. Makanya, lebih baik kami fokus membenahi jaringan, kualitas layanan, dan menghadirkan konten yang berguna untuk pelanggan di digital service. Itu lebih utama daripada tarif murah," tuturnya. (asp)