Mandela, Si Penghancur Apartheid Afrika Selatan

Nelson Mandela mencintai batik
Sumber :
  • http://s2smagazine.com

VIVAnews - Nelson Mandela menghembuskan nafasnya yang terakhir pada Kamis malam, 5 Desember 2013. Namun, namanya akan selalu dikenang sebagai tokoh pendobrak sistem Apartheid di Afrika Selatan.

Nelson Mandela lahir pada 18 Juli 1918 di klan Madiba di kota Mvezo, Transkei, dari pasangan Nkosi Mphakanyiswa Gadla Mandela dan Nosekeni Fanny. Saat lahir, Mandela menggunakan nama Rolihlahla, yang dalam istilah Xhosa, berarti "pembuat kekacauan".

Gadla yang bekerja sebagai penasehet kepala desa Thembu meninggal dunia karena penyakit misterius. Sejak itu, Mandela kecil dirawat bak anak sendiri oleh kepala desa. Dia dibesarkan bersama putera kepala desa, Justice dan puterinya, Nomafu di Istana Great Place di Mqhekezweni.

Mandela mendapat nama Nelson dari guru SD di Qunu bernama Mdingane. Itu sesuai kebiasaan di sekolah untuk memberikan nama Kristen kepada anak-anak. Dia sempat kuliah di Universitas College of Fort Hare mengambil jurusan sejarah. Namun dia tidak selesai karena dikeluarkan akibat terlibat aksi unjuk rasa.

Dia kemudian berhasil meraih gelar sarjana hukum di Universitas Afrika Selatan dan kembali ke Fort Hare untuk ikut prosesi wisuda di tahun 1943. Mandela dan temannya, Justice, sempat diultimatum oleh kepala desa Jongintaba, apabila tidak segera kembali ke Mqhekezweni, maka mereka akan dinikahkan dengan wanita pilihan keluarga.

Tidak mau dinikahkan, keduanya akhirnya kabur ke Johannesburg dan tiba di sana tahun 1941. Di kota ini, Mandela kuliah di Universitas Witwatersrand mengambil jurusan hukum tahun 1943. Dia keluar dari kampus itu tahun 1948 karena kekurangan biaya.

Dari kampus inilah kesadaran anti apartheid Mandela muncul. Di kampus dengan beragam etnis itu, Mandela melihat situasi Afrika yang radikal, liberal, rasis dan diskriminatif.

Kiprah Politik

Tahun 1943, dia terjun ke dunia politik dengan bergabung di organisasi Kongres Nasional Afrika (ANC) di tahun 1943. Mandela ikut mendirikan Liga Muda ANC.

Setelah berhasil meraih sarjana hukum dari Universitas Afsel, Mandela membuka sebuah kantor pengacara di Johannesburg bersama sahabatnya, Oliver Tambo dan gencar menolak politik apartheid yang diterapkan Partai Nasional sejak 1948 hingga 1994.

Di tahun 1956, Mandela bersama 155 aktivis lainnya dituduh telah melakukan pengkhianatan tingkat tinggi terhadapĀ  pemerintah. Namun tuduhan itu dibatalkan setelah menjalani persidangan selama empat tahun.

Penolakan terhadap apartheid semakin tinggi, khususnya saat aturan bernama Pass Law diberlakukan. Dalam hukum tersebut, setiap warga Afsel kulit hitam diharuskan membawa sebuah buku bernama pass book ke mana pun mereka pergi sebagai tanda bahwa diizinkan tinggal di tanah airnya sendiri.

Puncak penolakan itu terjadi pada 21 Maret 1960. Saat itu sekitar tujuh ribu demonstran berunjuk rasa di depan kantor polisi di daerah Sharpeville. Sebanyak 69 orang demonstran tewas diberondong peluru aparat.

Akibat peristiwa itu, Mandela yang saat itu menjabat Wakil Presiden ANC, kemudian menggelar kampanye sabotase ekonomi di Afsel. Dia ditangkap dengan tuduhan berupaya menggulingkan pemerintahan yang sah.

Di ruang sidang di Rivonia, Mandela menyampaikan pembelaan dan kepercayaannya soal demokrasi, kebebasan dan kesetaraan.

KLHK: 3,37 Juta Hektare Lahan Sawit Terindikasi Ada dalam Kawasan Hutan

"Saya memimpikan sistem demokrasi dan kebebasan masyarakat yang ideal di mana semua orang dapat hidup bersama dengan damai dan memiliki kesempatan yang sama. Saya rela mati demi mencapainya," tegas Mandela.

Pengadilan akhirnya menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada Mandela pada musm dingin 1964. Selain Mandela, aktivis lain seperti Walter Sisulu, Ahmed Kathrada, Govan Mbeki, dan Denis Goldberg ikut divonis seumur hidup.

Mandela dipenjara di Pulau Robben selama 18 tahun sebelum akhirnya dipindahkan ke Penjara Pollsmoor tahun 1982. Saat itu, perjuangan pemuda Afsel menghapuskan apartheid masih terus berlangsung.

Di tahun 1980, ANC yang dipimpin sahabatnya, Tambo, menggelar kampanye internasional untuk menentang apartheid. Tuntutan mereka saat itu hanya satu yaitu pembebasan Mandela dari penjara.

Puncaknya di tahun 1988, ANC menggelar sebuah konser di stadion Wembley di London dan disaksikan lebih dari 72 ribu orang secara langsung. Sementara jutaan pemirsa menyaksikan acara tersebut melalui televisi.

Mereka kompak menyanyikan lagu berjudul "Free Nelson Mandela" dan meminta pemerintah Afsel membebaskan Mandela. Perjuangan mereka tidak sia-sia karena di tahun 1990, Presiden Afsel saat itu, FW de Klerk, mencabut larangan terhadap organisasi ANC dan Mandela dibebaskan dari penjara.

Terpilih Presiden

Setelah keluar penjara, Mandela gencar melobi berbagai pemimpin dunia demi meraih dukungan mereka mengakhiri sistem apartheid. Dia rela terbang beberapa negara Afrika, Eropa, Vatikan, Amerika Serikat, Kuba, India, Malaysia, Jepang, Australia dan Indonesia.

Di tahun 1993, Mandela bersama Presiden FW de Klerk diberikan penghargaan Nobel Perdamaian. Puncaknya pada tahun 1994, untuk kali pertama Afsel menggelar pemilu paling demokratis dan memilih Mandela sebagai Presiden kulit hitam pertama. Dia kemudian dilantik menjadi Presiden pada 10 Mei 1994.

Sebagai Presiden, Mandela menghadapi persoalan berat, khususnya kurangnya rumah yang layak bagi warga miskin dan kota kumuh semakin meluas.

Dia berbagi tugas dengan Wakilnya, Thabo Mvuyelwa Mbeki. Thabo mengurusi tugas harian pemerintah, sementara Mandela berkonsentrasi untuk membangun pencitraan baru bagi Afsel di dunia internasional.

Mandela sukses melobi berbagai perusahaan multinasional dan tetap berada di Afsel serta membenamkan investasi mereka. Pada bulan Juni 1999, Mandela memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan periode ke-2 sebagai Presiden.

Dia memutuskan untuk berkonsentrasi mengelola yayasan amal bernama Nelson Mandela Foundation dan The Mandela-Rhodse Foundation yang dibentuknya. Pada ulang tahunnya yang ke-89, Mandela membentuk The Elders, sebuah kelompok yang terdiri dari figur pemimpin dunia untuk berbagi pengalaman dan keahliannya dalam menghadapi berbagai permasalahan di belahan negara lain.

Mandela juga masih aktif terlibat perundingan damai di beberapa negara. Contohnya saat menjadi juru runding untuk konflik di Republik Demokratik Kongo dan Burundi.

Saat usianya semakin senja, Mandela sering sakit-sakitan dan pilih pensiun untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk keluarga dan kawan-kawannya.

"jangan telepon saya, saya yang akan menelepon anda," kata dia. (sj)

Endrick

Pelatih Timnas Brasil Peringatkan Real Madrid soal Endrick

Pelatih Timnas Brasil, Dorival Junior senang dengan keberhasilan Endrick mencetak gol saat bermain imbang 3-3 dengan Timnas Spanyol dalam pertandingan uji coba, kemarin.

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024