Menkeu: Indonesia Bisa Terhindar dari Jebakan Kelas Menengah

Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan bahwa saat ini Indonesia belum tergolong negara yang masuk dalam jebakan kelas menengah (middle income trap). Indonesia, saat ini berada dalam status sebagai negara kelas menengah dengan pendapatan per kapita sekitar US$5.170.

Meski begitu, Chatib yakin Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk naik kelas ke kelompok negara berpendapatan tinggi.

"Indonesia telah masuk dalam kategori negara berpendapatan menengah pada awal tahun 1990-an. Dengan demikian, peluang terhindar dari middle income trap masih cukup besar," ujar Chatib dalam Seminar Internasional mengenai Middle Income Trap yang diselenggarakan tripartit Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Bank Indonesia, di Nusa Dua, Bali, Kamis 12 Desember 2013.

Keyakinan Chatib bahwa Indonesia mampu naik ke kelas negara berpendapatan tinggi didasarkan pada beberapa faktor. Antara lain seperti, Indonesia mempunyai potensi ekonomi yang sangat besar, baik berupa kekayaan alam maupun jumlah penduduk yang besar mencapai 250 juta orang.

"Bahkan, secara demograsi struktur penduduk di Indonesia didominasi oleh kelompok produktif yang sangat menguntungkan bagi perekonomian nasional dan fenomena ini dikenal sebagai bonus demografi. Selain itu, kinerja ekonomi makro kita cukup baik," katanya.

Namun, Chatib pun menyadari bahwa tidak mudah memang untuk melakukan lompatan dari kelompok kelas menengah kepada kelompok berpenghasilan tinggi. Sebab, Studi Bank Dunia bahkan menunjukkan bahwa negara yang terperangkap ke dalam jebakan kelas menengah jauh lebih banyak dibandingkan negara yang mampu naik kelas menjadi negara berpenghasilan tinggi.

"Kita belajar dari Afrika Selatan, Brazil dan Korea Selatan yang masuk dalam middle income pertengahan tahun 80-an. Tapi kalau dilihat dari tiga negara itu hanya Korsel yang masuk new industrialisasi country. Kenapa Korsel bisa naik kelas? Karena mereka naikkan isu teknologi. Sedangkan dua negara lain masih stay pada isu buruh upah murah," jelasnya.

Maka dari itu, Chatib mengatakan, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia untuk bisa melakukan lompatan menjadi negara berpenghasilan tinggi. Secara eksternal beberapa tantangan tersebut adalah ketidakpastian global dan tingginya volatilitas harga minyak.

Sementara, dari sisi domestik, beberapa tantangan yang dihadapi adalah perlambatan produktivitas ekonomi, tren penurunan produksi minyak, masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran serta adanya peningkatan inequality.

Menurut Chatib, beberapa strategi yang perlu dilakukan untuk naik kelas ke kelompok negara berpendapatan tinggi antaranya, pertumbuhan ekonomi haruslah berkelanjutan sekaligus inklusif.

Suzuki Siap Jual Motor Listrik Murah dengan Desain Retro, Intip Bocorannya

Pertumbuhan yang berkelanjutan haruslah didukung dengan meningkatnya produktifitas yang ditunjang oleh peningkatan kualitas SDM, pengelolaan SDA yang baik untuk penciptaan nilai tambah tinggi di dalam negeri, pengembangan teknologi dan inovasi serta tentunya dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi.

"Pendek kata, ada proses transformasi industrialisasi secara gradual ke arah industri berbasis nilai tambah tinggi. Sementara itu, pertumbuhan yang inklusif diarahkan agar kemajuan ekonomi haruslah juga dinikmati oleh kelompok masyarakat berpendapatan rendah sehingga mampu mengatasi persoalan ketimpangan pendapatan," katanya.

Seperti diketahui, di tengah ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global dewasa ini, salah satu implikasi yang dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah terjadinya peningkatan potensi risiko untuk masuk ke dalam perangkap negara kelas menengah (middle income trap). Fenomena ini banyak dijumpai di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia.

Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri menjelaskan bahwa middle income trap adalah suatu kondisi mengenai perkembangan ekonomi dimana suatu negara yang sudah berhasil masuk ke kelompok negara berpendapatan menengah (middle income countries), namun kemudian mengalami stagnasi dalam jangka waktu cukup lama dan tidak berhasil naik ke dalam kelompok negara berpendapatan tinggi.

Jika merujuk pada standar internasional, maka durasi waktu suatu negara bisa dikatakan terperangkap dalam jebakan kelas menengah adalah sekitar 42 tahun.

Dirjen Binwasnaker dan K3 Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang

Kemnaker Berkomitmen Terus Tingkatkan Kinerja Layanan Publik Balai Besar K3 Jakarta

Kemnaker terus meningkatkan kinerja pelayanan publik dari Balai Besar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (BBK3) Jakarta pada bidang pelayanan K3 di Industri.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024