Kaleidoskop

2013, Kembalinya Inalum

Pabrik PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).
Sumber :
  • Setkab.go.id

VIVAnews - Pemerintah akhirnya secara resmi mengambil alih kepemilikan saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), setelah lebih 37 tahun dikuasai bersama antara RI dan konsorsium Jepang, Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd. (NAA).

Pada Kamis, 19 Desember 2013, dana pengambilalihan senilai US$556,7 juta atau sekitar Rp6,8 triliun pun telah disetorkan ke rekening konsorsium Jepang itu.

"Tadi (Kamis, 19 Desember 2013) jam 11.00 WIB, sudah ada kabar uangnya sudah masuk," kata Menteri BUMN, Dahlan Iskan, saat acara "Penandatanganan Pengalihan Saham Inalum" itu di Kementerian BUMN, Jakarta.

Dalam acara tersebut, hadir perwakilan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Kementerian Perindustrian, pihak Inalum, dan Nippon Asahan Aluminium. Dengan penandatanganan itu, Inalum menjadi anggota baru perusahaan pelat merah.

Proses pengambilalihan itu memang molor 10 hari dari yang direncanakan semula pada Senin, 9 Desember 2013. Pada tanggal itu, pemerintah semestinya sudah menandatangani pengakhiran kerja sama (termination agreement) PT Indonesia Asahan Aluminium dengan pihak Jepang.

Rencana itu pun sebenarnya sudah sebulan lebih tertunda. Awalnya, pemerintah menargetkan pada awal November 2013 sudah resmi mengelola Inalum sepenuhnya.

Karena, menurut perjanjian, masa berakhirnya kerja sama antara RI dan konsorsium NAA jatuh pada 31 Oktober 2013.

Inalum merupakan pabrik peleburan aluminium dan industri yang memiliki pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yakni PLTA Asahan 2 yang berkapasitas 600 megawatt (MW).

Pada 7 Juli 1975, di Tokyo, Indonesia dan 12 perusahaan investor yang tergabung dalam Nippon Asahan Aluminium dari negeri Sakura itu menandatangani perjanjian induk untuk PLTA dan pabrik peleburan aluminium Asahan yang dikenal dengan Otoritas Asahan.

Tidak hanya itu, di area tersebut, terdapat satu pelabuhan yang potensial, yaitu Pelabuhan Kuala Tanjung.

Adapun 12 perusahaan investor yang tergabung NAA antara lain, Sumitomo Chemical Company Ltd., Sumitomo Shoji Kaisha Ltd., Nippon Light Metal Company Ltd., C Itoh & Co., Ltd., Nissho Iwai Co., Ltd., Nichimen Co., Ltd., Showa Denko K.K., Marubeni Corporation, Mitsubishi Chemical Industries Ltd., Mitsubishi Corporation, Mitsui Aluminium Co., Ltd., dan Mitsui & Co., Ltd.

Pada 6 Januari 1976, Indonesia Asahan Aluminium, sebuah perusahaan patungan antara pemerintah Indonesia dan Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd, didirikan di Jakarta. Inalum adalah perusahaan yang membangun dan mengoperasikan proyek Asahan, sesuai dengan perjanjian induk.

Perbandingan saham antara pemerintah Indonesia dan Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd pada saat perusahaan didirikan adalah saham pemerintah sebesar 10 persen dan NAA sebesar 90 persen. Pada Oktober 1978, perbandingan tersebut menjadi 25 persen saham pemerintah dan 75 persen saham NAA.

Pada Juni 1987, perbandingan saham menjadi 41,13 persen saham pemerintah dan 58,87 persen saham NAA. Perbandingan saham di Inalum berubah kembali pada 10 Februari 1998 menjadi 41,12 persen saham pemerintah dan 58,88 persen saham NAA.

Menjelang 31 Oktober 2013, pemerintah bersama dengan DPR mengagendakan pertemuan untuk membahas Inalum. Pemerintah pusat mengaku siap untuk mengelola Inalum.

Sesuai master agreement, pada 1 November 2013, Inalum semestinya sudah diserahkan ke pangkuan Republik Indonesia 100 persen.

Anggota DPR Salut Kejagung Berani Usut Dugaan Korupsi di Sektor Tambang

"Anda sudah tahu, Komisi VI waktu itu (Selasa 23 Oktober 2013) sidangnya terbuka serta memberikan persetujuan sepenuhnya. Dan, BUMN siap mulai 1 November mengelola Inalum," kata Menteri BUMN, Dahlan Iskan, di Jakarta, saat itu.

Dahlan berpendapat, potensi-potensi Inalum, industri peleburan dan PLTA Asahan 2, bisa digunakan untuk kepentingan dalam negeri. Untuk kebutuhan industri, Inalum bisa digunakan guna memasok kebutuhan aluminium di dalam negeri.

Sementara itu, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) bisa membeli listrik, yang menurut Dahlan, murah, untuk memasok listrik di Medan, Sumatera Utara. "PLN bisa membelinya 6 sen dolar per KWh," ungkapnya.

Manajemen PLN menjelaskan, perusahaan telah lama bekerja sama dengan Inalum untuk menggunakan listrik. Perusahaan pelat merah ini melakukan barter listrik.

Komentar Erick Thohir Usai Timnas Indonesia Tembus Semifinal Piala Asia U-23

PLN menggunakan 45 MW dari Inalum pada malam hari. Sementara itu, mereka memasok listrik dengan daya yang sama pada siang hari.

"Kami tukar-menukar listrik dengan Inalum. Mereka memberi kami listrik 45 MW. Siangnya, kami memberikan dengan jumlah yang sama," kata Dirut PLN, Nur Pamudji, pada Jumat, 8 November 2013.

Begitu pula dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, yang mengutarakan keuntungan pemerintah kalau Inalum "jatuh" ke pelukan Indonesia.

"Komisi VII kan berwenang di bidang energi. Nanti pembangkit listrik sebesar 600 MW ini bisa dialokasikan untuk mendukung kelistrikan di Sumatera Utara dan Sumatera," kata Wacik seusai rapat dengan Komisi VII di DPR, Rabu siang, 23 Oktober 2013.

Dia menuturkan, pembicaraan tersebut masuk akal, karena pembangkit listrik itu bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan listrik di wilayah tersebut. Tetapi, hak itu baru bisa dilakukan apabila perusahaan tambang patungan Indonesia-Jepang ini sepenuhnya jatuh ke Indonesia.

"Itu nanti setelah sudah menjadi milik kita. Nanti kami yang akan mengatur. Kan, ada Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian ESDM. Rakyat dan pabrik, kan, memerlukan listrik," jelasnya.

Menteri Keuangan, Chatib Basri, pun turut buka suara tentang manfaat Inalum. Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada Rabu 30 Oktober 2013, Chatib mengatakan, ada beberapa keuntungan yang akan didapatkan negeri ini kalau Inalum bisa sepenuhnya menjadi milik Indonesia.

"Saat ini, Inalum hanya bisa menyuplai 20-30 persen permintaan aluminium untuk pasar domestik. Sementara itu, 70-80 persennya diimpor," kata Chatib di DPR RI, Jakarta.

Selain itu, industri peleburan tersebut rupanya memiliki profitabilitas yang cukup baik. Pemurnian alumina menjadi aluminium ingot mempunyai peningkatan nilai tambah yang sangat tinggi dari alumina seharga US$350 per ton menjadi US$2.500 per aluminium ingot.

Lalu, pemerintah melirik perusahaan yang diklaim sebagai perusahaan peleburan terbesar di Asia Tenggara ini, karena mempunyai fasilitas lengkap dan siap dikembangkan lebih lanjut.

"Inalum memiliki pabrik carbon plant, reduction plant, dan casting plant. PLTA Siguragura (PLTA Asahan 2) adalah pemasok tenaga listrik untuk kebutuhan 14.000 KWh per ton aluminium cair," kata mantan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu.

Pemda Kepincut

Potensi bisnis yang menggiurkan dari pengelolaan Inalum itu tidak hanya dirasakan pemerintah pusat. Pemerintah Daerah Sumatera Utara pun ingin mendapatkan porsi kepemilikan saham yang lebih menguntungkan.

Pada rapat Komisi VI DPR RI bersama Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian, dan Pemerintah Daerah Sumatera Utara, diberikan pola pembagian saham 70:30, dengan rincian 70 persen pemerintah pusat dan 30 persen pemerintah daerah.

Namun, dalam penentuan pola ini, Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, mengaku kecewa.

"Saran kami, kan 60 persen. Kami mempertanyakan pemerintah pusat yang meminta 70 persen. Berapa lagi porsi kami? Yang jelas keputusannya kurang puas," kata Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, seusai rapat dengan Komisi VI, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian BUMN.

Gatot menuturkan, Pemda Sumut akan melobi ulang kepada pemerintah pusat dan memperjuangkan hak mereka, seperti kepemilikan saham atas Inalum sebesar 40 persen.

"Yang jelas, kami akan melobi ulang. Banyak hal lain lagi yang kami perjuangkan kepada pemerintah pusat," ungkapnya.

Menanggapi hal itu, pemerintah meminta agar pemerintah daerah bersikap tenang terlebih dahulu. Menteri BUMN, Dahlan Iskan, mengatakan masalah ini bisa dibicarakan kalau Inalum sudah kembali ke Indonesia 100 persen.

"Seperti tadi saya bicara, jangan ribut-ribut dulu. Biarlah Inalum ke Indonesia dulu. Kalau sudah kembali, bisa dibicarakan. Pemerintah itu kan pusat dan daerah," kata Dahlan di DPR.

Sebenarnya, ada beberapa manfaat yang bisa didapatkan Indonesia dari Inalum.

Menurut pengamat BUMN, Said Didu, pabrik smelter ini memiliki kesatuan dengan pembangkit listrik dan pelabuhan. "Saya melihat ada kesatuan perusahaan ini dengan pembangkit listrik," kata Said ketika dihubungi VIVAnews.

Menurut Dirjen Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian,
Agus Tjahajana, potensi Inalum bagi Indonesia cukup menggiurkan.

Produksi aluminium di Inalum sebesar 230.000-240.000 ton per tahun. Ada sekitar 60 persen produksinya diekspor ke Jepang. "Tujuh puluh persen aluminium ini diekspor ke Jepang," kata Agus kepada VIVAnews.

Agus mengatakan, kebutuhan aluminium nasional mencapai 600.000-700.000 ton per tahun yang 100.000 ton kebutuhan lokal dicukupi dari luar negeri.

Apabila Inalum menjadi milik Indonesia, tentu aluminium yang semula diekspor ke Jepang, bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selain itu, kondisi ini bisa menyelamatkan neraca perdagangan Indonesia.

"Kalau impor, kan, pakai dolar. Tapi, kalau beli dalam negeri, pakai rupiah," jelasnya.

Agus menambahkan, keberadaan Inalum ini setidaknya merupakan penerapan peraturan yang melarang adanya ekspor bahan tambang mentah, yaitu Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2012. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi bahan tambang.

"Lagipula di Inalum terdapat smelter (pemurnian barang tambang mentah). Itu bisa dimanfaatkan untuk memberikan nilai tambah," tuturnya.

Sebab, ada peraturan minerba yang melarang ekspor mineral dalam kondisi mentah. "Kami juga berharap agar pabrik aluminium ini juga terintegrasi dengan bauksit yang selama ini diekspor ke luar negeri," ungkapnya. (eh)

Terpopuler: Hal yang Dilakukan Suami Jika Istri Hyperseks sampai Bahaya Pijat Perbesar Penis
Pemain Timnas Indonesia, Justin Hubner

Drama Penalti Diulang Justin Hubner hingga Penalti Gagal Bikin Deg-degan Suporter Timnas

Duel Timnas Indonesia U-23 melawan Timnas Korea Selatan U-23 di perempat final Piala Asia U 23 benar-benar membuat jantungan suporter Timnas

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024