Mahkamah Konstitusi Diminta Batalkan UU MA

VIVAnews - Tim Advokasi Penyelamat Mahkamah Agung meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan Undang Undang Mahkamah Agung. Proses pembuatan Undang Undang itu dinilai cacat hukum.

"Pengambilan keputusan di DPR melanggar prinsip keterbukaan," kata Koordinator Tim Advokasi, Supriyadi Widodo Eddyono, saat membacakan gugatan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu 22 April 2009.

Pemohon uji formil ini adalah Asfinawati, Hasril Hertanto, Johanes Danang Widayoko, dan Zainal Arifin. Para pemohon diwakili kuasa hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi Penyelamat Mahkamah Agung yang terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum dan Indonesia Corruption Watch.

Menanggapi permohonan pemohon, mejelis hakim panel yang diketuai Harjono mengatakan para pemohon harus memperbaiki permohonannya. Para pemohon diminta untuk menjelaskan kerugian konstitusional secara jelas.

Pihak pemohon pun beralasan bahwa mereka mempunyai kedudukan hukum. Sehingga mereka berhak melakukan uji formil. "Oleh karena undang-undang yang proses, prosedur, dan pembentukannya kami anggap tidak sesuai dengan jaminan konstitusi maka kami anggap warga negara di sini mempunyai hak konstitusional untuk menguji formil di sini," kata Johanes Danang Widiyoko, pemohon dari ICW.

Dia mengatakan, hubungan kedudukan hukum pada sidang uji formil ini berbeda dengan uji materiil. Menurutnya, dalam uji materi kedudukan pemohon dikaitkan dengan isi dari UU yang diujikan.

Kabupaten Bekasi Sabet Juara Umum MTQ ke-38 Jabar, Pj Bupati: Kita Juara Lahir dan Batin

Dia menjelaskan kedudukan hukum yang menguatkan pemohon adalah hak setiap warga negara untuk memperoleh produk hukum yang disusun menurut kaidah-kaidah yang berlaku. "Kaidah-kaidah yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar," kata dia.

Sebelum sidang ditutup, Haryono mengatakan kemungkinan sidang uji formil ini akan tertunda karena dalam waktu dekat MK akan menangani sidang perselisihan hasil pemilihan umum. "Maka jika nanti jadwalnya mundur harap dipahami karena Mk akan harus," kata Haryono.

Menurut para pemohon, proses pembuatan UU MA tersebut menyalahi aturan yang ada. Proses pengambilan keputusannya tidak sesuai dengan peraturan tata tertib yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat RI, sebagaimana tercantum dalam pasal 206, pasal 210, dan pasal 212, yang pada intinya menyatakan bahwa setiap keputusan yang diambil dalam rapat, harus dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah peserta rapat yang terdiri dari lebih separuh jumlah fraksi di DPR. Mereka menganggap pembentukannya bertentangan dengan pasal 20 ayat 1, pasal 20 A ayat 1, pasal 22 A dan pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945.

PLTA PLN Indonesia Power. (foto ilustrasi)

PLN Indonesia Power Sabet Penghargaan dari World Safety Organization

PLN Indonesia Power (PLN IP) melalui Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Semarang berhasil menyabet penghargaan internasional dalam bidang keselamatan.

img_title
VIVA.co.id
6 Mei 2024