Sumber :
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews
- Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan penjadwalan ulang pemeriksaan terhadap Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Zulkifli Hasan. Dia rencananya akan diperiksa, terkait kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau pada 2014 di Kementerian Kehutanan, Senin 10 November 2014.
"Rencananya dijadwal ulang, karena ada acara yang sama di MPR. Karena itu, Pak Zulkifli minta di
-reschedule
. Saya tidak tahu kapan persisnya," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi di kantornya, Senin 10 November 2014.
Johan mengatakan, keterangan Zulkifli diperlukan dalam kapasitasnya sebagai mantan Menteri Kehutanan. Menurutnya, keterangan setiap saksi punya kontribusi tersendiri dalam suatu kasus, termasuk Zulkifli.
Terkait pemeriksaan terhadap Zulkifli, Johan menyebut salah satunya adalah untuk menelisik soal perizinan terkait suap alih fungsi hutan yang menjerat Gubernur Riau non-aktif, Annas Maamun.
"Mungkin terkait perizinan. Karena ini terkait alih fungsi lahan hutan di Riau," kata Johan.
Menurut Johan, kasus suap ini masih terus dikembangkan oleh penyidik. Termasuk, mengarah ke Kementerian Kehutanan, karena memang ada prosedur pengajuan izin kesana.
"Nantinya, berkembang kepada pengajuan revisi ke Kemhut, itu yang masih dikembangkan," ujar Johan, yang juga tercatat sebagai Deputi Pencegahan KPK.
Sebelumnya, Gubernur Riau non-aktif, Annas Maamun mengaku bahwa ia pernah mengajukan rekomendasi terkait revisi SK 673 tentang Perubahan Kawasan Hutan ke pihak Kementerian Kehutanan.
Bahkan, Annas yang merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan Riau tahun 2014 itu menyebut bahwa rekomendasi yang diajukannya telah sampai ke tangan Menteri Kehutanan pada saat itu, Zulkifli Hasan.
"Ada izin dari menteri. Siapa itu? Pak Zulkifli Hasan," kata Annas di Gedung KPK.
Terkait hal itu, Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan, Masyhud yang juga diperiksa KPK mengaku ditanya mengenai pengajuan revisi yang diajukan Annas.
Dia membenarkan bahwa memang menerima pengajuan revisi SK 673 tentang Perubahan Kawasan Hutan dari Annas. Menurutnya, pengajuan itu dilakukan pada September 2014.
Namun, dia menyebut bahwa permintaan Annas tidak dapat diakomodir, lantaran permintaannya tidak memiliki data pendukung yang kuat. Dia mengatakan, karena hasil telaah, permohonan itu tidak bisa memproses lebih lanjut, maka permohonan itu ditolak oleh menteri.
Baca Juga :
Alutsista Buatan Indonesia Laris Manis di Pasar Global: Bukti Kemajuan Industri Pertahanan Nasional
KPK menduga Annas menerima suap total sebesar Rp2 miliar dari Gulat yang terdiri atas Rp500 juta dan Sin$156.000.
Pada saat ditangkap, petugas KPK menemukan uang US$30.000. Namun, dalam pemeriksaan, Gulat mengaku hanya memberikan suap kepada Annas dalam bentuk rupiah dan dolar Singapura. Annas juga mengaku bahwa uang dalam bentuk dolar Amerika adalah miliknya. Tetapi, itu masih didalami KPK.
Annas disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Gulat Manurung, yang berposisi sebagai pemberi suap, disangka Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (asp)
Halaman Selanjutnya
Pada saat ditangkap, petugas KPK menemukan uang US$30.000. Namun, dalam pemeriksaan, Gulat mengaku hanya memberikan suap kepada Annas dalam bentuk rupiah dan dolar Singapura. Annas juga mengaku bahwa uang dalam bentuk dolar Amerika adalah miliknya. Tetapi, itu masih didalami KPK.