Perempuan dan Anak Penentu Maju dan Hancurnya Bangsa

Anggota Komisi VIII DPR Hj. Endang Maria Astuti
Sumber :

VIVAnews - Pemerintah harus berani mengambil kebijakan program utama tentang perlindungan perempuan dan anak. Pasalnya, perempuan dan anak-anak adalah sama-sama aset bangsa.

“Bangsa kita hancur dari siapa, bisa jadi karena perempuan, bangsa kita maju juga karena perempuan termasuk anak-anak,” kata anggota Komisi VIII DPR Hj. Endang Maria Astuti, di gedung DPR Senayan Jakarta, Kamis 22 Januari 2015.

Endang melanjutkan, ketika perempuan mampu mendidik dan memberdayaan anak-anak dengan baik, berarti bangsa kita akan tangguh. Kalau ibu-ibunya tidak mendapatkan perhatian yang lebih serius dari pemerintah bagaimana akan memberdayakan anak-anaknya, artinya sepuluh tahun ke depan kita tidak akan bisa menjadi bangsa tangguh.

“Karena itu pemerintah harus berani mengambil kebijakan supaya perempuan dan anak harus menjadi perhatian utama untuk aset bangsa minimal 25-30 tahun ke depan. Program untuk perempuan dan anak selama ini sangat minim,”ujarnya.

Politisi Fraksi Partai Golkar ini mengatakan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak anggarannya sangat kecil dan programnya tidak mampu menjadikan kaum perempuan berdaya. Padahal ini sudah konvensi internasional dan harus diutamakan lewat kebijakan.

Kenyataannya, lanjut dia,  Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak masih belum membuat program yang sangat spektakuler. Padahal kondisinya, baik perempuan maupun anak saat ini sangat memprihatinkan terhadap kekerasan seksual. Mestinya pemerintah saat ini berani  mengatakan darurat seksual terhadap anak. Kekerasan seksual terhadap anak mulai usia SD sampai SMA dan terjadi  tidak hanya terjadi di kota besar saja, tetapi sudah merambah sampai pelosok desa.

Terkait anggaran Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  Rp2  triliun, dan anggaran tersebut habis hanya dipergunakan untuk ATK dan perjalanan, sementara anggaran perlindungan perempuan dan anak tidak minim. “Seharusnya ditambah paling tidak Rp6 triliun, baru bisa buat program mengurus perempuan dan anak,” kilahnya.

Mustahil kalau membuat suatu program, tapi tidak didukung dengan anggaran, maka jadinya program yang hanya sekedar asal-asalan yang tidak ada manfaatnya bagi kegiatan pemberdayaan perempuan dan anak.

Untuk itu, Endang mengusulkan, saatnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Anak direvisi kembali, mengingat UU tersebut sudah tidak lagi sesuai perkembangan yang ada.

Penetapan Kota Layak Anak (KLA), ia kritik, hanya pencanangannya saja semua orang bisa, tetapi implementasinya lemah. Contohnya,  Solo sudah ditetapkan menjadi KLA, apakah  sudah betul kota layak anak, dan ramah anak, sebab kenyataannya insfraktrukturnya belum memadai termasuk lingkungan disekitarnya.

Pimpinan DPR Nilai Sudah Cukup Bukti Jadikan Ahok Tersangka

“Fakta dan realitanya anak-anak masih dijadikan alat untuk mencari ekonomi, disewakan menjadi pengemis, pengamen dan dilacurkan,” ungkap anggota Dapil Jateng. (www.dpr.go.id)

(ren)

Cita Citata Cabut Laporan terhadap Anggota DPR
Anggota Komisi VII DPR RI Aryo Djojohadikusumo

Komisi VII Dukung Upaya Pemerintah Perkuat Pertamina

Demi mencapai kedaulatan energi.

img_title
VIVA.co.id
4 November 2016