Pemerintah Revisi Pajak Properti, Sakitnya di Pengembang

KEBIJAKAN KEPEMILIKAN PROPERTI
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Pemerintah seakan belum berhenti untuk melakukan perombakan, termasuk menyiapkan revisi pajak properti terkait penggolongan barang sangat mewah dan kebijakan yang mengatur mengenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Namun, apabila peraturan itu terlaksana, dinilai akan menambah beban para pengembang.

Menurut VP Corporate Marketing PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN), Indra Wijaya Antono kepada VIVA.co.id, Kamis 29 Januari 2015, regulasi tersebut harus tetap dipastikan kapan mulai berlakuknya. Tak kalah penting, katanya, kalaupun jadi diterapkan maka berlakunya apakah ke depan atau berlaku surut.

Indra pun menjelaskan, dari sisi pengembang tentu akan semakin memberatkan. "Jika memang pasti direvisi, kita akan lakukan koordinasi untuk melakukan review terhadap peraturan Kementerian Keuangan itu dan mengenai strategi bisnis berikutnya, khususnya mengenai harga. Bisa jadi, kami malah lebih fokus pada proyek-proyek yang lebih kecil," tuturnya.

Menurut dia, tanpa adanya revisi dari pemerintah sesungguhnya beban pajak yang ada saat ini sudah cukup ideal. Namun, kemungkinan ada pemikiran lain dari pemerintah terhadap sisi pendapatan pajak.

"Sebaiknya memang harus ada sosialiasi antara pemerintah dan REI (Real Estate Indonesia). Tujuannya, agar regulasi ini bisa berjalan dengan baik dan smooth," jelasnya.

Ketika disinggung mengenai apa dampaknya terhadap industri properti, Indra belum bisa menerangkan lebih jauh karena masih menunggu kepastian apakah regulasi ini akan diberlakukan atau tidak. "Belum kelihatan dampaknya karena sementara baru sebatas wacana saja. Kita lihat saja, apakah pasti dijalankan atau tidak," tambahnya.

Seperti diketahui, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tengah menyiapkan revisi dengan menurunkan batas pengenaan objek pemungutan Pajak Penghasilan (PPh 22) terhadap transaksi barang yang tergolong ‘Sangat Mewah", sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 253/PMK/03/2008 tertanggal 31 Desember 2008, tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.

Pemerintah dikabarkan juga tengah menggodok rencana perubahan PMK Nomor: 130/PMK.011/2013 tertanggal 26 Agustus 2013, tentang Perubahan Atas PMK Nomor: 121/PMK.011/2013 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM.

Rencana menurunkan batas pengenaan pajak barang mewah atas rumah itu, menyusul naiknya target penerimaan perpajakan dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBNP) 2015, yakni bertambah Rp104,6 triliun menjadi Rp1.484,6 triliun, dari sebelumnya Rp1.380 triliun.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Andin Hadiyanto, Rabu 28 Januari 2015, mengungkapkan bahwa penurunan batas harga apartemen yang masuk kategori sangat mewah, dari Rp10 miliar menjadi Rp2 miliar ke atas, dilakukan guna menjaring wajib pajak baru.

Andin juga menjelaskan, kategori itu sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan target penerimaan pajak tahun ini. Aturan tersebut tercantum dalam PMK Nomor 253/PMK.03/2008 tentang penjualan barang sangat mewah yang dikenakan PPh pasal 22. Tarif yang dikenakan paling tinggi 7,5 persen.

Pengamat: Banyak Orang Kaya 'Dadakan' Bingung Jual Properti

Baca juga:

Ada Tambahan Pajak, Properti Mewah Singapura Tetap Menarik

Bekas villa Pangeran Arab.

Dijual, Rumah Bekas Pangeran Arab Seharga Rp325 Miliar

Saat ini rumah itu dimiliki oleh Thomas Sulivan.

img_title
VIVA.co.id
7 Maret 2016