Alat Bantu Difabel dari UMY Menang Lomba Desain ASEAN

Tim desain alat bantu gerak
Sumber :
  • VIVA co.id/Daru Waskita
VIVA.co.id
Tak Optimal Layani Penyandang Cacat, Polri Minta Maaf
- Setelah sebelumnya menuai kesuksesan dalam perlombaan yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia (UI) dan masuk dalam 10 tim yang berhak berkompetisi di tingkat ASEAN, desain alat bantu gerak bagi penyandang difabel yang dinamai Muhammadiyah Yogyakarta Exoskeleton (Myx-o), akhirnya mendapatkan hasil yang memuaskan.

Bacok Penjual Nasgor di Cilincing hingga Tewas, Bucing Terancam Hukuman 15 Tahun Bui

Desain Myx-o adalah buatan Satriawan Dini Hariyanto, Panji Prihandoko, dan Romario Aldrian, mahasiswa Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Presenter Cantik Asal Spanyol Ini Bukan Manusia


Desain itu akhirnya tercatat sebagai juara dalam Autodesk ASEAN Design Competition, yang dilaksanakan pada 30 Januari 2015 lalu, sementara pengumuman pemenangnya dilakukan pada 6 Februari 2015.

Menurut pengakuan ketiganya, bukan hal yang mudah untuk memenangkan kompetisi tersebut, sebab ada beberapa hal atau proses yang harus mereka lalui.

Sekalipun kompetisi yang diusung oleh Perusahaan Autodesk di Indonesia ini sudah pernah dilakukan sejak tahun 2009, namun dari tahun 2009 hingga 2014 hanya dua universitas di Indonesia yang memiliki kesempatan untuk mengikuti kompetisi ini, yakni UMY dan Institute Teknologi Bandung (ITB).


Adapun dalam kompetisi ini, tim dari UMY memilih tema tuna daksa sebagai tema desain, walaupun sebenarnya ada dua tema lainnya yang bisa mereka pilih, yaitu tuna rungu dan tuna wicara.


Namun, ketiganya sepakat untuk memilih tuna daksa sebagai tema desain kompetisi. Alasanya, karena mereka ingin membantu para penyandang difabel untuk bisa beraktifitas seperti orang normal lainnya.


“Yang pertama kali ada di benak kami waktu itu adalah, kami ingin memberikan kesempatan untuk para penyandang difabel, maka dari itu kami memilih tema tuna daksa dan sampai akhirnya kami membuat desain alat yang dapat digunakan para penyandang difabel yang tidak dapat berjalan. Project ini kami beri nama Muhammadiyah Yogyakarta Exoskeleton (Myx-o)," jelas Satriawan, Selasa 10 Februari 2015.


Panji menjelaskan, bahwa dalam pengerjaan desainnya, mereka membutuhkan waktu kurang lebih enam bulan dengan menggunakan SOP (
standard operating procedure
) dan dengan metode
design thinking
, yang sudah mereka siapkan terlebih dahulu.


“Hal pertama yang dilakukan kami adalah melakukan survei, yaitu ke SLB (Sekolah Luar Biasa) Negeri 1 Bantul dan komunitas difabel Yogyakarta. Dalam melakukan survei tersebut kami melakukan pengamatan dan wawancara pada para penyandang difabel. Di sana saya dan teman-teman mendengarkan keluh kesah mereka seperti sulitnya mereka saat berjalan, bahkan untuk pergi ke toilet saja mereka terhambat, sampai akhirnya muncul ide desain tersebut," tuturnya.


Selain itu, dalam pembuatan desain tersebut mereka juga mendapatkan inspirasi dari alat-alat yang sudah ada sebelumnya dan mencari kekurangannya apa. Sampai akhirnya muncul alat Myx-o tersebut dengan beberapa kelebihan yang tidak ada di alat penyandang difabel sebelumnya.


"
Project design
yang kami buat ini memang dikhususkan bagi penyandang difabel yang tidak bisa berjalan.
Project
ini kami buat dengan semurah mungkin, jadi nantinya alat ini bisa digunakan oleh kalangan manapun. Untuk pembuatannya kami juga berencana menggunakan material-material yang mudah di temui di Indonesia. itu sebabnya kenapa alat ini dapat dikatakan murah," tuturnya.


Lebih lanjut, Satriawan mengatakan, kelebihan dari alat ini bukan hanya sekadar membantu penyandang difabel untuk bisa berjalan saja, tetapi alat ini juga dapat digunakan untuk melakukan terapi berjalan.


“Karena fungsi utama dari alat ini akan dipasang di kaki maka, fungsi alat ini memang untuk memudahkan para penyandang cacat yang tidak bisa berjalan agar bisa berjalan lagi. Namun, kelebihan yang lainnya yakni, alat ini bisa digunakan untuk para penderita
stroke
untuk melakukan terapi berjalan," tuturnya.


Romario pun menimpali bahwa dalam pembuatan alat tersebut mereka akan terus menerus melakukan pengembangan.


“Ke depannya kami berencana akan melengkapi alat tersebut bukan hanya dengan sistem motorik saja, tetapi juga dengan sistem sensorik atau dengan memanfatkan sel otak. Maksudnya, adalah ketika penyandang difabel tersebut menggunakan alat ini untuk berjalan, maka alat tersebut sudah mengetahui isi pikiran penggunanya akan melakukan apa, sehingga tentu hal ini akan sangat mempermudah penggunanya," ungkapnya.


Mereka bertiga berharap dengan alat ini, dapat membantu para penderita difabel untuk bisa berjalan seperti orang normal, sehingga mereka tidak akan merasa minder lagi.


"Kami bisa mewujudkan mimpi-mimpi mereka, dan nantinya di masa yang akan datang semua orang di dunia bisa merasakan bagaimana cara berjalan," papar Romario.


Dalam membuat project design ini, Satriawan, Panji, dan Romario, dibantu oleh dosen Teknik Mesin UMY yaitu Tutik Sriyani dan Setia Prihandana.


Adapun penghargaan yang diberikan bagi para peserta yang berhasil menang dalam kompetisi tersebut, yakni mendapatkan kesempatan melakukan perjalanan ke Beijing.


“Saat ini kami masih mempersiapkan presentasi sebelum berangkat ke Beijing pada 10 Maret 2015. Karena di sana nanti kami akan melakukan sharing dengan para peserta dari negara lain serta melakukan presentasi di hadapan para pengusaha. Sementara, untuk pelaksanaannya sendiri akan dilaksanakan di Tongji University Shanghai," tutur Romario.


Baca juga:


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya