- http://ririnhandayani.blogspot.com
VIVA.co.id - Kritik terhadap layanan kesehatan terus disuarakan, seiring berjalannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan.
Setidaknya ada 336 rumah sakit (RS) tidak terakreditasi dan tidak memiliki dokter spesialis. Bahkan, 17 persen pusekesmas di Indonesia tidak memiliki akses listrik 24 jam.
Demikian terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan F-PG DPR, Selasa 17 Februari 2015. Hadir sebagai pembicara Wakil Ketua Komisi IX Syamsul Bachri, Fahmi Idris (Direktur BPJS Kesehatan), Hasbullah Thabrany (Center for Health Economics and Policy Studies, UI), dan Asih Eka Putri (Anggota DJSN 2014-2019).
Diskusi ini mengambil tajuk “Mewujudkan Indonesia Sehat Tanpa Sekat (Merumuskan Sistem Pembiayaan dan Pelayanan Kesehatan Nasional).
Syamsul Bahri mengatakan, 60 persen puskesmas tidak memiliki ambulans dan bahkan tidak memiliki stateskop. Ini kondisi yang sangat memprihatinkan di tengah pemberlakuan JKN.
Syamsul mengutip temuannya dari data dari Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) Badan Litbang Kesehatan, Kemenkes. Menurut data itu, ada 126 RSU pemerintah tidak memiliki dokter spesialis penyakit dalam, 139 RSU tidak memiliki spesialis bedah, 167 RSU tidak memiliki spesialis anak, dan 117 RSU tidak memiliki spesialis kandungan.
Bahkan, Syamsul juga mengutip data Kompas yang menyatakan 938 puskesmas di Tanah Air tidak memiliki tenaga medis. Sementara itu, Asih Eka Putri dari Dewan Jaminan Sosial Nasional, mengatakan ketersediaan pelayanan kesehatan tidak merata standardisasinya.
Selama 2014, katanya, ada disintegrasi data pembiayaan dan pelayanan kesehatan. Ditambah lagi, pemahaman masyarakat terhadap JKN sangat beragam. Ini adalah sebagian temuan selama BPJS Kesehatan beroperasi.
Kritik juga disampaikan Hasbullah Thabrani. Menurutnya, layanan kesehatan masih jauh api dari panggang. “Jauh layanan dari masyarakat. BPJS mikir duit, bukan layanan,” tuturnya.
Perlu revolusi mental dalam memberi layanan kesehatan kepada masyarakat. Belanja kesehatan dalam APBN juga dinilai masih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Pemerintah perlu menaikkan anggaran kesehatan dua kali lipat lebih tinggi dari yang sudah ada. (www.dpr.go.id)