- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Harapan terjadinya kenaikan rupiah seiring pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI rate) tampak digagalkan dengan adanya sentimen negatif dari pertemuan Yunani dan para kreditur internasional yang tak menemui kesepakatan. Rupiah harus terkoreksi 47 poin atau 0,37 persen pada perdagangan Rabu, 18 Februari 2015.
Berdasarkan pantauan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, rupiah menembus ke level Rp12.804 per dolar AS. Angka ini pun mendekati salah satu rekor terburuk rupiah sejak perdagangan 16 Desember 2014 yang mencapai Rp12.900, namun menjadi level terendah sementara di 2015.
Sebelumnya, rupiah sempat menyentuh level terendahnya tahun ini di level Rp12.794 pada perdagangan 12 Februari 2015. Sedangkan, level terkuatnya sementara ini masih berada di Rp12.444 pada perdagangan 23 Januari 2015.
"Yunani terlihat menolak proposal perpanjangan bailout internasional. Itu tentu saja menekan euro sehingga berimbas pada pelemahan rupiah. Di sisi lain, penurunan BI rate tidak terlalu berpengaruh pada pergerakan rupiah malahan minat pelaku pasar cenderung berkurang terhadap mata uang garuda tersebut," ujar pengamat pasar modal, Argha Jonatan Karo Karo.
Senada dengan Argha, analis dari Bahana Sekuritas menyampaikan bahwa ekspektasi penurunan BI rate terhadap mata uang rupiah tak berdampak signifikan. "Rupiah justru memberikan indikasi melemah dan cenderung akan bergerak di kisaran Rp12.703-Rp12.837 per dolar AS," tambah Bahana.
Untuk diketahui, kemarin, BI memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 7,5 persen. Pemangkasan BI rate tersebut karena bank sentral meyakini bahwa inflasi akan terjaga dan stabil yang mengarah di bawah empat persen. (ren)
Baca juga: