Ini Kata Dirut BNI soal Isu Merger dengan Bank Mandiri

Bank Mandiri.
Sumber :
  • VIVAnews/Adri Irianto

VIVA.co.id - Pemerintah melontarkan wacana merger atau penggabungan dua bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) besar, antara PT Bank Negara Indonesia Tbk dengan PT Bank Mandiri Tbk untuk menjadi kandidat bank nasional yang memiliki kualifikasi bersaing di kawasan ASEAN.

Isu Merger Bank Syariah di Tengah Aset yang Lesu
Direktur Utama BNI, Gatot Suwondo, Rabu, 18 Februari 2015, menyatakan bahwa pemerintah sebaiknya merencanakan dan menyiapkan merger tersebut dengan perhitungan matang. Apalagi, ini bakal menyangkut perombakan dua struktur untuk dilebur dalam satu perusahaan.

"Kami menentang. Apakah ini sudah diperhitungkan?" ujar Gatot di Jakarta.

Merger Empat Bank Syariah, Ini Saran OJK

Menurut dia, jika terjadi salah perhitungan dan tidak benar dalam mengambil kebijakan dalam aksi korporasi ini, maka ekonomi Indonesia akan berisiko masuk dalam jebakan negara berpendapatan menengah.

"Kalau nggak bener, kita akan kena middle income trap. Daripada merger sekarang, utak-atik paling tidak itu tiga tahun. Saat itu sudah ribut lagi pemilu 2019," kata Gatot.

Direktur BSM: Merger Bank Syariah di Tangan Pemegang Saham

Menurut Gatot, perbankan perlu berkaca pada pengalaman Malaysia tahun lalu yang merencanakan merger bank besar. Namun, rencana tersebut gagal di awal tahun 2015. 

Ia menambahkan, terdapat risiko besar yang harus diperhitungkan untuk merger bank. Pertama, memperhitungkan biaya. Sebab, merger membutuhkan permodalan yang sangat besar.

Kedua, potensi pengurangan pegawai dan direksi yang berimbas pada peningkatan jumlah pengangguran. "Waktu rencana merger bank Malaysia diumumkan, serikat pekerjanya mengamuk. Pegawai yang di-PHK ada delapan ribu," kata Gatot.

Selain itu, jika Bank Mandiri dan BNI merger, tentu harus menyamakan gaji karyawan. "Gaji karyawan Mandiri berapa, BNI berapa. Nah, yang sudah gede enggak mau turun, tapi yang gaji kecil maunya naik," kata Gatot.

Ketiga, potensi kepercayaan investor merosot yang berdampak pada penurunan nilai saham. Belum lagi akan ada brand baru yang mempengaruhi image di mata publik. "Membentuk image itu kan tidak mudah. Pasti ada salah satu perusahaan yang minta ganti nama. Ganti nama itu kan juga tidak mudah," kata Gatot.

Menurut Gatot, untuk memenangkan persaingan di pasar global tidak harus menggunakan strategi penggabungan bank besar. Namun, meningkatkan infrastruktur akan menjadi jauh lebih penting, sebagai sarana menggenjot kinerja perusahaan di Indonesia.

"Daripada memikirkan merger yang butuh waktu lama, perhitungan lama, dan belum tentu hasilnya bagus, mending fokus pada infrastruktur. Karena satu tambah satu belum tentu dua," kata Gatot.

Baca juga:


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya