Ritual Sarat Makna di Balik Imlek

Ilustrasi tahun baru China atau Imlek
Sumber :
  • iStock

VIVA.co.id - Asap dupa membumbung dari Vihara Dharma Bhakti atau Kelenteng Jin De Yuan, kelenteng tertua di kawasan Petak Sembilan Jakarta. Vihara ini selalu menjadi magnet saat Imlek atau Sincia tiba. Ratusan, bahkan ribuan orang menyemut memanjatkan doa tahun baru. Berharap penghidupan lebih baik setahun ke depan.

Bagi warga peranakan, Imlek yang dimulai di hari pertama bulan pertama penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal kelima belas -- saat bulan purnama--, bukan sekadar perayaan tahun baru. Ada filosofi sarat makna yang terkandung di dalamnya.

Di Tiongkok, tradisi dan ritual Imlek sangat beragam. Dimulai dengan makan malam bersama sampai membakar petasan. Semua unsur di dalamnya mengandung makna kesejahteraan dan kemakmuran.

Imlek sendiri sebenarnya 'pesta' para petani di daratan Tiongkok yang bersyukur atas hasil panen mereka. Itulah mengapa saat Imlek, hidangan yang disajikan sangat melimpah ruah. Tidak lain sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki yang telah diberikan sepanjang tahun lalu. Dan, mereka memohon kepada dewa-dewa untuk terus melimpahkan rezeki di tahun berikutnya.

Menjelang Imlek, warna merah biasanya mendominasi dekorasi berikut pernak-perniknya mulai dari lampion, hiasan naga, barongsai, angpao hingga petasan. Tak sedikit pula wanita yang mengenakan pakaian adat China (cheongsam) berwarna merah. Mereka meyakini penampilan dan sikap di tahun baru menjadi penentu perjalanan mereka di masa depan.

Ya, Imlek benar-benar memiliki berbagai makna dan filosofi yang begitu dalam. Bahkan setiap ritual, pernak-pernik, hiasan hingga hidangan yang disajikan pun memiliki makna masing-masing.

Alena Wu dan Rezeki Imlek



Tradisi


Membersihkan dan mendekorasi rumah merupakan salah satu tradisi yang selalu dilakukan masyarakat keturunan Tionghoa menjelang Imlek. Mereka percaya dewa kekayaan hanya bersedia mengunjungi rumah yang bersih.

Rumah yang bersih juga diyakini mampu membuat rezeki penghuninya menjadi lancar. Namun, terhitung dari tahun baru dan dua hari sesudahnya, ada larangan memegang sapu alias menyapu. Ini karena dewa kekayaan bersembunyi di balik debu. Jadi saat menyapu, dikhawatirkan sang dewa akan ikut terbuang.

"Merayakan imlek dengan mendekor rumah haruslah total jangan tanggung-tanggung, salah satunya seperti mengecat ulang pintu dan tembok. Selain itu, membersihkan rumah juga sebagai simbolisme dengan keyakinan bahwa hal ini akan membantu untuk menyingkirkan nasib buruk dan mendapatkan rumah siap menerima keberuntungan di tahun mendatang," ujar Joe Kosasih, seorang warga keturunan Tionghoa kepada VIVA.co.id beberapa waktu lalu.

Bukan tanpa alasan warna merah mendominasi momen Imlek. Masyarakat Tionghoa meyakini bahwa merah identik dengan warna cerah dan merupakan lambang kebahagiaan. Dengan mengenakan pakaian dan menghias rumah dengan warna merah di kala Imlek, mereka berharap akan mendapatkan masa depan yang cerah dan bahagia.

Nah, tradisi lain yang juga tak pernah ketinggalan saat Imlek ialah pembagian angpao. Ini merupakan hal yang paling dinanti mereka yang masih berstatus lajang.

Jika diterjemahkan, angpau berarti amplop merah. Warna merah kembali dipilih karena dipercaya mampu menangkal pengaruh jahat.

Amplop yang digunakan umumnya bertuliskan aksara-aksara keberuntungan dalam bahasa China. Angpao diberikan orang yang lebih tua kepada saudara yang belum menikah atau kepada yang dituakan.

Untuk yang memberikan, angpau menjadi simbol berbagi rezeki. Sedangkan untuk yang menerima, angpau adalah pembawa kebahagiaan untuk tahun berikutnya.

Diharapkan setelah menerima angpao, para lajang juga akan mendapatkan keberuntungan berupa jodoh yang sempurna. Si penerima angpau diharapkan tidak langsung membukanya, tetapi menunggu sampai si pemberi pulang.

Tradisi Imlek yang tak kalah populer, menyalakan petasan. Konon, para petani yang menyambut Imlek menggunakan suara-suara keras dan mengejutkan untuk mengusir hewan buas yang disebut nian dari gunung atau laut yang sering mengganggu manusia.

Berdasarkan legenda tersebut, masyarakat Tionghoa percaya bahwa setiap hari menjelang pergantian tahun akan muncul makhluk buas yang memangsa apa saja. Dengan menyalakan petasan diharapkan tahun baru yang datang bebas dari aura negatif.



Ritual

Begitu juga dengan Barongsai. Tarian naga yang dihadirkan saat perayaan juga mengandung makna yang mendalam. Namun, barongsai kerap disalahartikan oleh orang awam yang menganggapnya sama dengan tarian naga.

Di utara Tiongkok, barongsai biasanya ditarikan oleh dua orang. Sedangkan di selatan, tarian ini dilakukan tiga orang yang biasanya merupakan para pelatih kungfu.

Dengan diiringi permainan gendang dan alat musik lain, barongsai melakukan berbagai atraksi seperti menggaruk-garuk badan, telinga atau melompat serta berguling-guling. Konon, selain untuk mengusir aura jahat, tarian singa ini diyakini dapat mendatangkan keberuntungan dan kebahagiaan.

Ritual lain yang dilakukan adalah mengunjungi vihara untuk sembahyang. Bagi umat Budha, sembahyang merupakan ibadah yang dilakukan sebagai doa untuk diberi kemudahan serta keberuntungan di tahun yang baru. Sembahyang juga merupakan wujud syukur dan doa agar di tahun depan mendapat rezeki berlimpah untuk menjamu leluhur dan sebagai sarana silaturahmi dengan kerabat serta tetangga.

Setelah bersembahyang biasanya para umat Budha melakukan kunjungan ke makam para leluhur atau keluarga terdekat sebagai rasa hormat dan bakti mereka.
  
"Biasanya kegiatan yang dilakukan saat berkumpul, berbincang-bincang dan makan bersama. Suasana ini akan semakin hangat jika di sela-sela berkumpul ada pembagian angpau yang ditunggu-tunggu orang yang masih muda dan belum menikah," ujar Joe.

KPU Sebut Tak Ada Lagi Lembaga Peradilan Bisa Batalkan Kemenangan Prabowo



Hidangan Khas


Selain membersihkan rumah, menyiapkan berbagai hidangan bercita rasa manis menjadi sebuah ritual yang tak bisa diabaikan. Dapur menjadi salah satu tempat mengolah berbagai macam makanan.

Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa, dapur menjadi tempat 12 dewa menyelidiki perilaku manusia di Bumi untuk dilaporkan pada Kaisar Langit. Ini lah mengapa perayaan Imlek juga identik dengan meja persembahan. Di mana di atas meja disuguhkan berbagai jenis makanan dengan cita rasa legit.

Masyarakat Tionghoa menganggap dewa mereka seperti manusia serta memiliki sifat seperti manusia. Karena manusia menyukai rasa manis, dewa yang dianggap menyerupai manusia ini juga semestinya suka dengan rasa manis.

Artinya, bila ‘disogok’ dengan rasa manis, maka dewa dapur akan memberikan laporan yang positif, sehingga keluarga yang memberi sajian manis akan dilimpahkan rezeki lebih banyak lagi. Di samping itu simbol rasa manis saat Imlek juga berkaitan tentang kehidupan masa datang agar lebih manis.

Beberapa makanan manis khas Imlek yang juga menjadi simbol momen tahun baru ini antara lain: jeruk yang warna kuningnya merupakan simbol keberuntungan karena menyerupai warna emas, lapis legit yang menggambarkan rezeki yang berlapis-lapis dan tiada henti, kue ku yang disajikan dalam bentuk kura-kura sebagai simbol panjang umur dan kue keranjang yang menjadi simbol kemakmuran.

Kue keranjang yang nama aslinya nian gao juga sering disusun tinggi bertingkat dan semakin ke atas semakin mengecil.

Tinggi kue keranjang dipercaya akan memengaruhi peningkatan rezeki atau kemakmuran. Teksturnya yang lengket seperti dodol juga menjadi simbol keakraban dan kekeluargaan.

"Makanan khas imlek yang disediakan seperti dodol keranjang, salad ikan, kue kering, buah-buahan, sate baso, dan permen atau manisan. Tradisi lainnya makan bersama seluruh anggota keluarga pada malam sebelum tahun baru, itu wajib dilakukan sebagai ungkapan kebersamaan dan keutuhan keluarga dalam menyambut tahun baru," tambah Joe.

Sementara itu, hidangan yang disiapkan untuk menjamu tamu saat Imlek juga beragam, salah satunya yee shang yang merupakan makanan pembuka berisi daging ikan salmon, lobak, sayur-sayuran, manisan, kacang, biji wijen dan keripik.

Hidangan ini merupakan hidangan khas Imlek yang melambangkan rezeki yang melimpah, kemakmuran, dan kekuatan. Cara menikmatinya dengan mencampurkan bahan-bahan menggunakan sumpit setinggi-tingginya bersama keluarga dan kerabat dengan harapan meraih keberuntungan dan kemakmuran di tahun baru. Seluruh bahan yang digunakan untuk membuat hidangan ini juga memiliki makna masing-masing, mulai dari keberuntungan hingga bisnis yang berkembang.

Ikan juga umumnya selalu menjadi hidangan utama yang wajib disajikan saat Imlek. Bukan rahasia lagi bahwa ikan merupakan lambang keberuntungan di Tahun Baru Imlek. Ikan yang lazim disantap adalah ikan bandeng yang memiliki duri halus dan mewakili unsur air. Dalam logat Mandarin, kata 'ikan' sama bunyinya dengan 'yu' yang berarti rezeki.

Namun, ada aturan yang tidak boleh dilanggar saat menyajikan ikan, yakni dengan menaruhnya di piring dalam bentuk utuh dari kepala hingga ekor. Kepala ikan juga harus dihadapkan ke tamu terhormat atau yang dituakan. Seluruh keluarga dan tamu dapat menyantap ikan setelah tamu terhormat atau orang yang dituakan menikmatinya lebih dulu.

Tak hanya itu, hidangan ikan juga tidak boleh dipindah-pindah. Dua orang yang duduk menghadap kepala dan ekor ikan diwajibkan untuk bersulang minuman bersama sebagai simbol keberuntungan.

Hidangan lain yang tak boleh dilewatkan antara lain mie yang bentuknya menjadi simbol panjang umur, lalu kuaci yang menggambarkan harapan akan banyaknya rezeki yang akan didapat di tahun baru.

Meski makanan tampak tumpah ruah, bukan berarti semua makanan bisa hadir di kemeriahan Imlek. Salah menghidangkan, dipercaya nasib sial mengintai.

Makanan dengan rasa pahit seperti pare, tak diperkenankan ada. Rasa pahitnya sama dengan penderitaan. Jika tetap disajikan, dipercaya roda hidup satu tahun ke depan penuh dengan cobaan. Pantangan lainnya, bubur yang dianggap sebagai makanan orang miskin.

Menyantap bubur di Tahun Baru dikhawatirkan akan mempengaruhi nasib mereka yang ikut jatuh miskin. Konon, orang China hanya akan makan bubur sebelum mereka merasa kaya, dan tidak akan menyentuh nasi.



Pernak-Pernik

Momen Imlek memang selalu dirayakan sangat meriah dengan pernak-pernik serta hiasan yang mencolok. Salah satu yang paling umum dijumpai adalah bunga Mei Hwa.

Dalam bahasa China, 'Mei' memiliki arti 'cantik' dan 'hwa' berarti 'bunga'. Karena kecantikannya, bunga berwarna merah muda dan seikit warna putih yang tumbuh di daratan Tiongkok disebut sebagai bunga nasional Tiongkok.

Bunga Mei Hwa menjadi pernak-pernik wajib yang menandakan momen memasuki Tahun Baru Imlek. Keluarga Tionghoa selalu menghias pohon mei Hwa dengan angpao, lampion mungil dan aksesoris berwarna emas yang digantung di dahannya.

Pohon Mei Hwa dianggap sebagai lambang harapan, keuletan, kebahagiaan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, masyarakat Tionghoa percaya ketika bunga Mei Hwa mekar, harapan, kehidupan dan keberuntungan baru akan muncul.

Pernak-pernik Imlek lain yang selalu hadir ialah lampion, hiasan berwarna merah yang telah lama menjadi simbol kebahagiaan dan pengharapan. Karena itu masyarakat Tionghoa selalu mengganti lampion mereka dengan lampion baru di setiap pergantian tahun.

Sebenarnya tidak diketahui pasti asal-usul lampion mulai dari diciptakan hingga digunakan sebagai dekorasi Imlek. Namun, sebuah sumber menyebutkan, lampion telah ada sejak tahun 250 Sebelum Masehi. Kala itu, lampion digunakan sebagai alat penerangan.

Lampion juga pernah digunakan untuk keperluan militer di mana ketika musuh datang, prajurit perang menerbangkan lampion untuk memberi tanda. Pada periode Dinasti Tang (618-907 M), lampion telah menjadi bagian dari budaya Tiongkok dan digunakan dalam berbagai kesempatan. Hingga saat ini, tradisi memajang lampion di rumah, jalan, lorong atau tempat-tempat umum lainnya, menjadi simbol kebahagiaan.

Alasan Heerenveen Izinkan Nathan Tjoe-A-On Kembali ke Timnas Indonesia U-23

Baca juga:

Perayaan Imlek di Kuil Boen Tek Bio Tangerang

Lima Fakta Menarik tentang Imlek

Suasana kemeriahan Imlek masih terasa hingga hari ini.

img_title
VIVA.co.id
9 Februari 2016