- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad, Jumat 20 Februari 2015, menyatakan bahwa penetrasi asuransi hingga Desember 2014 baru mencapai 2,14 persen. Ini jauh tertinggal dibanding Malaysia dan Thailand yang masing-masing sudah mencapai 4,9 persen dan 4,7 persen.
Sementara itu, untuk industri dana pensiun, angka penetrasi pada 2014 baru mencapai 5,7 persen. "Ini tingkat keenam dari enam negara. Di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam," ujar Muliaman di Jakarta.
Perusahaan asuransi biasanya melindungi risiko bisnisnya dengan membagi beban ke perusahaan lain. Aktivitas ini disebut reasuransi. Di Indonesia, belum banyak perusahaan reasuransi sehingga perusahaan di luar negeri menjadi pilihan.
Tingginya reasuransi ke luar negeri menjadi salah satu penyumbang defisit neraca jasa Indonesia, karena banyak dana yang lari ke luar negeri.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK, Firdaus Djaelani, menyatakan, sepanjang 2013 pembayaran premi reasuransi menyumbang sedikitnya Rp8 triliun dari total defisit neraca jasa.
"Rata-rata naik 16,1 persen tiap tahun. Kondisi defisit ini mencerminkan tingkat kemampuan perusahaan asuransi yang belum mampu menangani risiko," kata Firdaus.
Dengan demikian, ia melanjutkan, OJK akan terus mendorong agar penguatan industri reasuransi dalam negeri. Salah satu tujuannya adalah untuk mengurangi beban neraca jasa.
"Harus terus didorong dengan menciptakan link and match," kata Firdaus. (art)
Baca juga:
