- VIVAnews/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id - Menteri Dalam Negeri Thahjo Kumolo, Senin 23 Februari 2015, mengungkapkan bahwa sebagian besar daerah otonomi baru di Indonesia tidak mampu meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Pemekaran daerah yang bertujuan meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat daerah di kabupaten maupun provinsi dinilai tidak berjalan dengan baik.
"Ternyata 60 persen daerah otonomi itu tidak mampu meningkatkan PAD-nya. Sehingga tujuan meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan tidak bisa berjalan. Hal itu karena terbatas anggarannya," ujar Tjahjo di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta.
Namun, menurut mantan Sekjen PDIP itu, para kepala daerah belum mampu menyelesaikan tanggung jawab tersebut. "Belum lagi permasalahan batas wilayah yang belum selesai baik di tingkat kabupaten maupun kota, di tingkat desa atau kelurahan juga belum selesai," kata Tjahjo.
Menurut Thahjo, kebanyakan orang yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah hanya mementingkan kepentingan pribadi. "Semua berebut jadi kepala desa. Kalau pilkada, pecah urusan otonomi itu, yang penting jadi kepala daerah, urusan PAD nomor sekian. Inilah yang mengakibatkan banyaknya kasus hukum daerah rawan korupsi," paparnya.
Ia mencatat ada empat faktor rawan menjadi lahan korupsi di pemerintahan daerah. Pertama, terkait dengan perencanaan anggaran daerah. Kedua, masalah pajak dan retribusi. Ketiga, pemahaman dana hibah. Terakhir, mekanisme perjalanan dinas.
"Jadi wajar selama 10 tahun pemerintah daerah yang mampu mempertanggung jawabkan keuangannya hanya 36 persen. Ini area rawan korupsi yang harus kita benahi," kata Tjahjo. (ren)
Baca juga: