Walhi: Perusahaan Swasta Harus Berhenti Keruk Air

Air Minum Kemasan.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mendesak perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) harus menghentikan eksploitasi air di bumi Indonesia.

Pengusaha Minta Dilibatkan Susun Peraturan Sumber Daya Air

Sebab, sejak Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada Rabu 18 Februari 2015 lalu, sudah tidak ada dasar untuk siapa pun memprivatisasi air di negeri ini.

"Perusahaan AMDK seperti PT Aqua Mississipi dan Danone Group harus berhenti. Air ini milik rakyat, bukan milik pribadi," ujar Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, Ony Mahardika kepada VIVA.co.id, Jumat 27 Februari 2015.

DPR Akomodasi Aspirasi Pengusaha soal Aturan Air Minum

Menurut Walhi, sejak berpedoman pada UU Nomor 7 Tahun 2004 itu, selama ini privatisasi air sudah keterlaluan. Di Jawa Timur saja, saat ini, air di daerah Jawa Timur seperti Trawas, Prigen, dan Pasuruan sudah habis dikeruk oleh perusahaan air kemasan itu.

"Sudah saatnya keputusan MK ini dikawal ketat. Jangan sampai ada lagi undang-undang yang memayungi privatisasi air," kata Ony.

Desa Didorong Kelola Sumber Daya Air Lewat BUMDes

PT Aqua Mississipi, kata Ony, sejak 2011 sampai sekarang paling tidak sudah mengeksploitasi air sebanyak 30 miliar meter kubik, atau setara dengan 30 triliun liter.

"Kalau satu liternya dijual Rp3 saja, itu sudah menghasilkan uang Rp90 triliun. Tentunya, dengan asumsi Rp3 dikali 30 triliun liter," kata Ony.

Terkait kesulitan pemerintah saat ini dalam bekerja dalam sektor pengelolaan air, Walhi menyarankan, agar segera menyusun regulasi baru.

"Keputusan MK ini membuktikan bahwa reformasi 1998 tidak berhasil melahirkan regulasi memihak rakyat. Sebab, UU Nomor 7 Tahun 2004 itu karya usai reformasi," kata Ony.

Menurut dia, Walhi akan terus mengawal kabar gembira pengguguran UU yang sarat privatisasi ini, serta terus berkoordinasi untuk mengkaji usulan UU yang baru.

"Sebab, kalau dikembalikan ke UU 11 Nomor Tahun 1974, itu masih mengandung unsur privatisasi. Hanya saja, celahnya sedikit rumit," kata dia.

Walhi sebenarnya juga pernah mengajukan gugatan ini pada saat Ketua MK masih dijabat Jimly Asshiddiqie.

"Saat itu, gugatan kami tahun 2007. Karena disuruh melengkapi dulu, maka kami menggalang diskusi terus ke Muhammadiyah dan tokoh-tokoh yang peduli. Akhirnya, sekarang dikabulkan gugatan itu. Kami bersyukur," katanya. (asp)


Baca juga:

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya