Omzet Ratusan Juta per Bulan dari Bisnis Camilan Makaroni

Logo Macaroni Factory
Sumber :
  • VIVA.co.id/Arie Dwi Budiawati
VIVA.co.id -
Miliarder Sara Blakely Berbagi Nasihat Bisnis Terbaiknya
Seorang wirausahawan muda, Christopher So, mampu meraih ratusan juta rupiah untuk bisnis camilan makaroni. Padahal, usianya masih belasan tahun.

Tak Selesai Kuliah, Ahmed Haider Ciptakan Aplikasi Drone

Kepada
Kisah Shelby Clark Temukan Ide Aplikasi Penyewaan Mobil
VIVA.co.id , Christopher mengaku, memulai usaha camilan ini pada 2010. Kala itu, dia masih duduk di bangku SMA.

Niatnya pun iseng mencoba jualan makanan. Camilan makaroni dilirik, karena dia menilai camilan keripik dan kentang sudah lazim dijadikan peluang usaha.

"Saya mau coba buat yang beda, yaitu makaroni spiral. Nah, makaroni spiral itu waktu saya cari-cari itu masih sedikit. Saya langsung gerak cepat buat business plan dalam sehari dan langsung jalan besoknya," kata dia, melalui surat elektroniknya.

Awalnya, makanan yang dijual tak hanya makaroni, tapi juga ada keripik, makaroni ukuran besar, dan kacang pilus. Tapi, usahanya gagal karena sepi peminat. Akhirnya, dia pun memutuskan untuk berjualan makaroni spiral.

"Terakhir, saya coba jual makaroni spiral dari kemasannya yang kurang menarik, cuma plastik polos doang, sampai bisa pakai standing pouch aluminium foil sekarang," kata dia.

Christopher memilih nama Macaroni Factory, karena dia ingin membangun pabrik makaroni besar di Indonesia sebelum usianya menginjak kepala tiga. Memang, saat ini, dia masih berusia 19 tahun.

Berawal dari modal Rp500 ribu


Lalu, modalnya pun dikumpulkan dari uang jajannya selama SMA. Ketika uang terkumpul Rp500 ribu, mahasiswa jurusan manajemen ini langsung mulai usahanya.


Modalnya pun digunakan untuk membeli bahan baku pembuat makaroni spiral, bumbu, dan plastik. Itu pun biaya produksi ditekan seminimal mungkin supaya keuntungannya bisa maksimal. Produksinya pun dilakukan di Jakarta.


"Pertama kali
start
, Macaroni Factory hanya menggunakan plastik bening tanpa label nama Macaroni Factory dan isinya hanya 25-30 gram," kata dia.


Christopher juga mengaku sulit berjualan ketika awal-awal berjualan. Yang laku setiap harinya hanya 2-3 bungkus per hari. Tapi, remaja kelahiran 1996 ini memakluminya karena masih dalam tahap perkenalan.


"Lama-lama semakin berjalannya waktu, penjualannya meningkat. Sekarang sudah mencapai rata-rata 500-750 bungkus per hari," kata dia.


Awal mulanya, produksinya hanya 20-40 bungkus per hari dan itu pun kalau ada pesanan. Diakuinya, pernah seminggu sepi order.


"Saya produksi masih
home made
soalnya masih skala kecil," kata dia.


Lalu, Christopher mendapatkan suntikan dana dari orang tua sebesar Rp15 juta pada tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya peminat camilan ini.


Dukungan dari orang tua itu digunakan untuk membesarkan usaha Macaroni Factory. Modal tersebut digunakan untuk meningkatkan kualitas makaroni dan kemasan camilan. Produksinya pun kini meningkat menjadi 750-1.000 bungkus per hari.


Gandeng supplier


Christopher tak sendirian. Dia menggandeng supplier bahan baku dan perusahaan printing di Jakarta untuk produksi kemasan makaroni.


Dia mengatakan, bahwa ada enam varian rasa makaroni yang diproduksi Macaroni Factory, yaitu spicy, spicy cheese, cheese, barbeque, sweetcorn, salty/original dalam kemasan 250 gram. Harganya dibanderol sebesar Rp15 ribu per kemasan.


Produknya kini telah dipasarkan ke seluruh Indonesia. Memang Christopher ingin mencoba ekspor pada tahun depan.


"Mungkin tahun depan kami akan fokus mencoba ekspor ke luar negeri. Tapi, saya ingin memaksimalkan pasar Indonesia karena sudah cukup luas," kata dia.


Christopher pun mengklaim produknya lain daripada camilan lainnya. Camilan ini tak menggunakan bahan pengawet dan bahan penyedap buatan--monosodium glutomat, makaroni dibumbui tiga kali, dan menggunakan kemasan standing pouch dari aluminium foil yang berkualitas baik. Label halal pun sudah dikantonginya.


"Saat ini, sih, omzet per bulannya mencapai ratusan juta per bulan. Cuma, saya lagi mencoba menaikannya. Sekarang, sih, sudah balik modal. Saya pakai sebagian profitnya untuk improve kualitas makaroni dan pengemasan supaya lebih baik," kata dia.


Christopher tak memungkiri ada peran orang tua di balik kelancaran usaha Macaroni Factory itu.


Di samping bantuan modal, mereka membantunya mulai dari pengepakan sampai pengiriman barang.


"Tentunya orang tua, sih, pertama yang mendukung banget membantu dari pengiriman setiap harinya, mulai dari memasukkan ke kardus sampai ke mobil dan langsung jalan ke perusahaan ekspedisi jam 9-10 malam. Bahkan, pernah sampai jam 12 malam untuk kiriman besok pagi karena saking banyaknya pesanan. Bisa sampai puluhan dus besar setiap hari," kata dia.


Untuk pemasaran, Christopher pun melirik jejaring sosial. Di salah satu jejaring sosial lokal, dia menggunakan forum jual beli untuk memasarkan produknya. Dari sana, reseller dan agen memasarkan Macaroni Factory pun didapat.


"Sekarang, saya lagi mau coba buat iklan di website-website besar di Indonesia, cuma masih tahap
review
. Takut salah langkah," kata dia.


Media sosial seperti Instagram dan Facebook pun juga digunakan untuk mempromosikan produknya.


"Indonesia itu identik banget sama social media. Jadi, saya pikir itu adalah salah satu cara untuk meningkatkan penjualan. Dari sana, banyak random
customer
yang
visit page
Macaroni Factory dan coba-coba order dan akhirnya, jadi
reseller
, deh," kata dia.


Christopher pun mengenang ada sekian pengalaman ketika menggeluti usaha ini. Misalnya, pelanggan kaget mendapati respons cepat dari founder Macaroni Factory ini, lalu mereka mengetes dia dengan pertanyaan 1+1 di jejaring sosial lokal.


"Untuk memastikan saya bukan robot. Soalnya, saya biasanya membalas kurang dari 1 menit kalau bukan di jam sibuk," kata dia.


Pernah ditipu


Tapi, ada juga kejadian pahit yang dirasakan: ditipu. Ini yang dijadikan pelajaran bagi dia.


"Katanya sudah tranfer, ketika cek rekening, tidak ada sama sekali," kata Christopher.


Kini, dia tengah mengenyam pendidikan manajemen di Singapura Institute of Management, Singapura.


Lalu bagaimana caranya untuk mengontrol usahanya? Christopher mengatakan, bahwa sistem usahanya bisa diakses online, misalnya produksi makaroni, penjualan, sampai data pelanggan.


"Sebelum saya pergi ke Singapura, H-6 bulan, saya sudah pikirkan ke depannya bagaimana untuk bisa memonitor semuanya supaya lancar setiap harinya," kata dia.


Kalau tertarik membeli produk ini, pembaca bisa mengunjungi situs buymacaronifactory.com. Tapi, maaf, situs ini tidak bisa dibuka melalui piranti BlackBerry.


Kalau ingin memesannya, pembaca bisa menghubungi nomor
customer service
yang tertera di situs itu. (ren)


Baca juga:




Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya