RI Perkuat Komitmen Dagang, Apa Strateginya?

Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Besarnya pasar Indonesia ternyata bukan jaminan investor asing, khususnya di bidang perdagangan melakukan bisnisnya di dalam negeri. Indonesia ternyata kurang proaktif dalam melaksanakan perjanjian perdagangan bebas (free trade area/FTA) baik di tingkat regional maupun bilateral. 

Di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa malam, 17 Maret 2015, Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, mengatakan, atas dasar itu komitmen dagang yang telah dibuat Indonesia akan diperkuat.

"Kesimpulan dasarnya, Indonesia sekarang oleh investor bukan dianggap sebagai tempat yang menarik untuk investasi dalam skala besar, economic of scale-nya besar," ujarnya.

Dia mengatakan, permasalahan itu yang menjadi perhatian pemerintah saat ini. Karena, suksesnya kebijakan dagang yang diterapkan Indonesia, menjadi salah satu indikator pendorong ekonomi, khususnya dalam rangka mencapai target-target pertumbuhan yang sudah ditetapkan Presiden Joko Widodo.

Koordinasi dengan kementerian terkait akan diperkuat. "Tadi keputusan utamanya adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengarahkan kami semua, salah satu dalam rangka reformasi kebijakan ini adalah memetakan kembali setiap perundingan," ungkapnya.

Dia menjelaskan, kurang proaktifnya Indonesia, masih lemahnya komitmen Indonesia dalam menjalankan FTA yaitu sering terjadinya transposisi (perubahan) tarif dagang yang telah disepakati antarnegara.

Bachrul mencontohkan, misalnya kerja sama perdagangan pulpen dengan satu negara, ketika FTA disepakati tidak dikenakan tarif bea masuk. Namun, pada implementasinya tetap dikenakan tanpa koordinasi yang jelas.

"Nah, proses itu harusnya tetap nol, itu pekerjaan rumah kami. Kalau itu bisa diselesaikan, kami laporkan, tinggal implementasinya saja," tuturnya.

Indonesia Makin Tertinggal di Era Perdagangan Bebas

Evaluasi diri

Bachrul mengatakan, Kementerian Perdagangan diberi waktu dua bulan untuk meninjau ulang mana saja FTA yang tidak menguntungkan Indonesia, baik yang sudah diimplementasikan, masih tahap perundingan, dan yang saat ini masih diberi oleh para pelaku usaha negara masing-masing.

"Misalnya dengan ASEAN 5+1, ASEAN yang bilateral misal dengan Jepang, Korea, Australia, Chili, CEPA, kemudian dengan India, EU, selanjutnya me-review kembali perundingan yang sudah ada," katanya.

Dalam kepemimpinan Jokowi, ditegaskan, Indonesia terbuka bebas berdagang dengan negara dan kawasan mana pun. Karena itu, pengkajian ulang akan dilakukan lebih ke arah yang positif.

"Kalau kami tidak terbuka, orang lain terbuka, kami kehilangan kereta, kita kehilangan investasi, kehilangan kemampuan untuk menumbuhkan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan," kata dia.

Sebagai informasi, saat ini ada belasan kerja sama perdagangan bebas, baik yang sudah dilakukan maupun ada kesepakatan namun belum diimplementasikan, sedang proses perundingan, dan yang masih dalam proses persiapan perundingan.

Antara lain, Indonesia-Jepang EPA, Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement (PTA), AFTA, ASEAN + 1 FTAs (Jepang, Korea, Tiongkok, India, Australia, New Zeland). Sementara itu, perundingan yang sedang berjalan antara  Indonesia-Australia CEPA, Indonesia-Korea CEPA, Indonesia-Chilie CEPA, dan Indonesia-EFTA CEPA.

Sementara itu, kerangka kerja sama yang sedang dipersiapkan untuk proses perundingan yaitu, antara Indonesia-India CECA, Indonesia-EU CEPA, General Review Indonesia-Japan EPA, Indonesia-TUrki CTEP, dan Indonesi-Iran PTA.

Kemudian, yang masih dalam proses study group antara lain Indonesia-Tunisia PTA, Indonesia-Mesir FTA, Indonesia-Peru PTA, dan Indonesia-Nigeria PTA. (art)

Baca juga:

Hadapi Perdagangan Bebas Eropa, RI Kurang Berani
Aktifitas Bongkar Muat Peti Kemas di Pelabuhan Tanjung Priok

Tiap Tahun, USD18,7 Miliar Devisa Ekspor Indonesia Menguap

Uang negara senilai itu tiap tahunnya tidak tercatat dengan benar.

img_title
VIVA.co.id
7 Maret 2016