Museum Sisa Hartaku, Saksi Bisu Letusan Merapi

Museum Mini Sisa Hartaku di lereng Gunung Merapi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Amal Nur Ngazis
VIVA.co.id
Prediksi Pertandingan Premier League: Brighton vs Manchester City
- Dari tampak luar, rumah di lereng Gunung Merapi itu tak tampak menonjol. Bangunannya sederhana.

KPK Sebut Prabowo Subianto Tak Perlu Setor Nama-Nama Calon Menterinya

Tapi begitu mendekati pelataran rumah, ada pemandangan sedikit aneh. Kerangka bergelantungan pada beberapa sudut rumah. Pada teras, tertampang dua kerangka hewan ternak dan kerangka sepeda motor.

Masuk mendekat, rumah itu berlantaikan sisa debu vulkanik. Semua barang yang tersaji di meja dan lantai rumah itu terbungkus abu. Mesin penjahit, televisi tabung, minitor komputer, sendok piring, dokumen kertas, tas, baju, alat gamelan semua tak terpakai akibat muntahan debu panas vulkanik.

Melempar pandangan ke dinding, coretan dengan menggunakan batu arang bertebaran.

Diduga Terganggu, Komika Usir Ibu Menyusui dan Bayinya saat Pertunjukkan

Coretan-coretan di dinding itu bernada sama, soal bencana. Di antaranya, 'habis sudah semua', 'bencana bukan akhir segalanya' sampai ungkapan populer dari pujangga Jawa, Ronggowarsito, 'Sak bejo bejane wong kang lali, iseh bejo wong kang eling lan waspodho' (Seberuntungnya orang yang lupa, lebih beruntung orang yang ingat dan waspada).

Rumah itu memang bukan rumah biasa. Rumah itu menjadi saksi bisu kedahsyatan letusan Gunung Merapi pada 5 November 2010. Rumah milik pasangan Kimin dan Wati dan anaknya Sriyanto itu telah diubah menjadi museum mini Sisa Hartaku.

Displaying IMG_20150319_133712.jpg

Sriyanto, mengisahkan awalnya keluarga tak terbersit ingin membangun rumah mereka sebagai museum. Apalagi, harta benda mereka telah ludes dilanda awan panas dan lava Merapi.

"Awalnya tak sengaja mas, cuma berawal dari kepedihan, sakit di hati melihat puing-puing dan bekas rumah yang porak-poranda," kata pria yang akrab disapa Riyanto kepada VIVA.co.id, Jumat, 19 Maret 2015.

Displaying IMG_20150319_134018.jpg

Usai dinyatakan aman, sekitar April 2011, Riyanto berupaya membersihkan rumahnya. Dia mengaku ingin merawat rumah meski saat itu tinggal rerentuhaan. Baginya meski sudah hancur, rumah adalah 'benda pusaka', sebab dibangun dengan jerih payah keluarga.

"Saya berpikir, biar pun terlihat hanya pondasi atau apa lah, tapi kalau bersih, melihatnya itu enak, tidak nggrantes (ngenes), tak sakit hati," kata dia.

Displaying IMG_20150319_133051.jpg

Selain merasakan kepedihan, ia juga penasaran dengan semua harta benda yang dilanda erupsi Merapi. Akhirnya, keluarga secara bertahap mulai memperbaiki rumah saksi bisu bencana itu.

"Mulai dari situ saya nyambi, sebelum atau sesudah kerja, saya membersihkan atau mengumpulkan bekas-bekas rumah menurut jenisnya," kata Riyanto yang awal pasca bencana berjualan makanan dan minuman bagi pengunjung sisa erupsi Merapi.

Displaying IMG_20150319_133429.jpg

Sebagai saksi bisu, museum itu memang menyajikan jejak erupsi. Salah satu yang menonjol adalah jejak penanda saat erupsi melanda rumah tersebut.

Pada salah satu dinding museum itu, tertampang jam tangan dengan penunjuk waktu saat erupsi, yaitu 5 November 2010 pukul 00.05 WIB, melanda rumah tersebut. Riyanto mengatakan saat itu keluarga dan warga sekitar rumahnya tak menjadi korban erupsi karena sudah direlokasi beberapa hari sebelumnya.

Displaying IMG_20150319_133333.jpg

Hanya saja, saat itu ratusan hewan ternak sapi milik warga tak ikut direlokasi. Akhirnya  374 sapi perah mati diterjang awan dan lava panas Merapi.

Ruangan batu akik

Pada salah satu ruangan museum tersebut, terdapat satu ruangan 'khusus'. Pengunjung dilarang untuk memotret isi dalam ruangan. Pada ruangan kamar ukuran sedang itu terdapat batu akik, keris, senjata cakra, cundrik benda pusaka lainnya.

Riyanto mengatakan benda pusaka itu merupakan milik alhamarhum ayahnya yang meninggal di rumah relokasi.

"Larangan difoto pertimbangannya karena benda pusaka itu ada 'isi'nya," kata dia.

Displaying IMG_20150319_133954.jpg

Riyanto mengatakan pembangunan museum itu dilandasi untuk semangat bangkit dari kehidupan setelah dilanda bencana. Untuk itu, ia tak terbersit pikiran untuk mengomersialkan museum.

"Alasan pertama membangun itu ya ini bukti untuk cerita kepada anak-anak saya. Nggak kepikiran bakal dijadikan objek wisata dan setelah itu nggak akan tarik retribusi," katanya.

Lebih lanjut, ia mengatakan museum yang dibiarkan gratis dan coretan yang ia tulis dengan tangan sendiri itu adalah untuk mengenang bencana.

"Penyemangat hidup setelah tak punya apa-apa," kata dia.

Displaying IMG_20150319_133923.jpg

Kini Riyanto telah tinggal di rumah relokasi di dusun Pagerjurang, Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Rumah barunya itu berjarak 4 kilometer dari museum terebut.

Dengan kehidupan barunya, ia memulai kembali bangkit dari bencana. Riyanto yakin usai erupsi, kehidupannya bisa tumbuh kembali seperti sediakala.

"Merapi memang tak pernah ingkar janji," kata dia menirukan ungkapan Surono atau mbah Rono, yang sekrang menjabat sebagai Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM.

![vivamore="
Baca Juga
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya