Tradisi Lempar Lumpur Muncul Lagi Setelah 60 Tahun Vakum

Mebuug-buugan usai Nyepi Dibangkitkan Lagi tapi Tanpa Telanjang
Sumber :
  • Bobby Andalan/Bali
VIVA.co.id
Perayaan 'Nyepi' di Belanda Usung Semangat Kebhinnekaan
- Umat Hindu di Bali memiliki ragam tradisi seusai perayaan Nyepi, di antaranya,
omed-omedan
Nyepi Usai, Bali Kembali Normal
di Sesetan, Denpasar, dan med-medan
Bandara Ngurah Rai Tak Beroperasi Saat Nyepi
di Tuban, Kuta. Ada juga mebuug-buugan
, yaitu tradisi saling lempar lumpur.


Mebuug-buugan berasal dari kata buug yang artinya tanah atau lumpur. Mebuug-buugan berarti interaksi dengan menggunakan tanah atau lumpur. Tradisi itu dahulu dilakukan kaum lelaki dengan bertelanjang bulat.


Mebuug-buugan berhenti alias vakum lebih 60 tahun karena warga malu melakukannya dengan tanpa busana. Kini dicoba dibangkitkan lagi tapi tidak dengan keadaan tanpa busana. Para peserta bertelanjang dada dan mengenakan kain khas Bali yang dilipat hanya menutup kemaluan.


I Made Sudarsana, pemuda karang taruna Eka Chanti yang memprakarsai upaya melestarikan lagi mebuug-buugan, mengatakan bahwa tradisi itu adalah warisan leluhur mereka di Desa Kedonganan, Kuta. Tujuannya adalah menetralisasi sifat buruk.


“Dalam konteks mebuug-buugan manusia yang divisualisasi dengan tanah atau lumpur, dimaknai sebagai wujud Bhutakala atau kekotoran yang melekat pada manusia," katanya.


Ia berharap tradisi di desanya dapat dicatat pada Dinas Kebudayaan setempat agar dapat dilestarikan. "Dulu awalnya semua peserta telanjang bulat. Karena malu, maka mengalami kemandegan sosial. Eksistensinya hilang. Pernah dibangkitkan kembali tapi tidak menemukan eksistensinya," ujarnya.


Ketua Karang Taruna Eka Chanti, I Wayan Yustisia Semarariana, menjelaskan bahwa kegiatan itu telah dinanti sejak dulu. "Kami senang tradisi ini diinisiasi kembali. Kami mensosialisasikan ke seluruh pemuda. Harapan kami tradisi ini terus berlanjut karena nilai historis dan filosofisnya. Kita berharap kontinuitas eksitensi tradisi ini bisa menjadi ikon Desa Adat Kedonganan. Ini warisan budaya," katanya.


Tradisi ini hanya dilakukan kaum laki-laki. Mulai anak kecil, remaja hingga orang tua ikut memeriahkan tradisi itu. Setelah berperang lumpur, mereka kemudian membersihkan diri di Pantai Kedonganan.


![vivamore="
Baca Juga
:"]




[/vivamore]

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya