- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
Ketua Umum APBBMI, Achmad Faisal mengatakan bahwa keberatan yang dimaksud, seperti dalam halaman 90 butir 7G yang menetapkan bahwa pengawasan bongkar atau muat pengangkutan barang berbahaya dikenakan tarif sebesar Rp25 ribu per kilogram.
Menurut dia, besar tarif itu ternyata ditetapkan jauh lebih tinggi dari harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.
"BBM merupakan bahan utama bagi kehidupan dan masyarakat luas maka seharusnya pemerintah tidak mengenakan tarif pengawasan atas BBM. Ini, tentu bisa membebani masyarakat karena dapat mendorong harga BBM lebih tinggi," ujarnya dalam keterangan yang diterima VIVA.co.id, Jumat 27 Maret 2015.
Dia pun menegaskan, agar tidak terjadinya masalah pasokan ketersediaan BBM non subsidi, pemerintah diharapkan dapat sesegera mungkin mengambil kebijakan yang tepat dan cepat.
Tujuannya, supaya angkutan dan pasokan BBM tidak menimbulkan masalah bagi masyarakat luas.
"Mengingat besaran tarif pengawasan bongkar muat pengangkutan barang berbahaya tersebut, khususnya terhadap BBM sangat tinggi dan menjadi beban yang tidak sanggup kami penuhi untuk sementara sampai ditetapkannya ketentuan yang bijak dan tidak memberatkan. Kami tidak akan melaksanakan pengangkutan BBM dengan menggunakan jasa pelabuhan laut di pelabuhan manapun juga," tambah Achmad. (asp)