Kisah di Balik Kesuksesan Akik Edong Jadi Suvenir KAA

Kepingan Akik Pancawarna Edong
Sumber :
  • VIVA.co.id/Diki Hidayat (Garut)

VIVA.co.id - Nama Koperasi Lasminingrat Gemstone kini seakan menjadi buah pembicaraan bagi para kolektor dan penggemar batu akik. Penyebabnya, karena hasil karyanya akan dijadikan suvenir bagi 109 ibu kepala negara pada Konferensi Asia Afrika (KAA), Jumat 24 April 2015.

Kopi Terakhir Pedagang Akik sebelum Lapaknya Digusur

Namun, siapa sangka bahwa di balik kesuksesan Koperasi Lasminingrat Gemstone, terdapat orang-orang yang memiliki peranan penting. Salah satunya, Koswara (40 tahun), warga Kampung Cigadoh, Desa Sukarame, Kecamatan Caringin, Kabupaten Garut Jawa Barat.

Tergantung dari keahlian tangan Koswara atau yang akrab disapa Mang Engkos inilah, liontin cenderamata bagi ibu kepala negara itu bisa selesai tepat waktu dengan hasil yang memuaskan.

"Jujur saya bangga hasil karya saya nantinya akan dipakai oleh para istri kepala negara, termasuk Ibu Jokowi," ujarnya, Selasa 14 April 2015 kepada VIVA.co.id.

Untuk menghasilkan karya terbaik, Mang Engkos dan kawan-kawan mengerjakan liontin akik edong secara apik, mulai dari pemilihan gambar saat batu dalam bentuk kepingan hingga pembentukan bodi liontin agar sesuai ukuran. Kemudian, melakukan tahapan pemolesan manual untuk menghasilkan karya yang memuaskan.

"Biasanya, saya dan anak-anak mampu menyelesaikan liontin per hari antara 20 hingga 30 buah. Untuk liontin suvenir KAA ini saya hanya mampu maksimal 10 saja, tapi hasilnya sangat memuaskan," ungkap Engkos.

Mang Engkos menjelaskan bahwa dia dipercaya oleh Ketua Koperasi Lasminingrat Gemstone, Yudi Nugraha. Dari mulai pemilihan bahan batu akik bongkahan seberat 60 kilogram hingga pemolesan.

Dia memilih batu akik pancawarna edong, karena batu tersebut memiliki keindahan dan kekerasan batu yang cukup baik. Batu akik pancawarna edong mulai ditemukan oleh para penambang di Garut sekitar tahun 1995.

"Akik Edong ini memang termasuk batu jenis baru yang ditemukan oleh Ki Edong, berbeda dengan batu hijau Bungbulang yang sudah ditemukan sejak masa penjajahan Belanda dulu," katanya.

Tren Batu Akik Turun Drastis, Ada Apa?



Sudah 23 Tahun jadi pemoles akik


Mang Engkos memang mencintai akik Garut sudah sejak lama, dia begitu setia menjadi pemoles batu akik Garut sejak tahun 1992, atau sudah sekitar 23 tahun menggeluti pemolesan batu akik.

Lelaki yang kini memiliki tiga anak masing-masing, Santi (18), Winda (14) dan Riki (12) serta satu istri, Tuti, mengaku memulai menggeluti pemolesan batu akik sejak berusia 22 tahun.

"Ya, sempat juga jadi penambang di tahun 2007, namun tidak lama," tuturnya.

Sebelum batu akik ramai digandrungi oleh seluruh lapisan masyarakat, batu akik hijau Garut dan pancawarna Bungbulang (Kecamatan Caringin sekarang), dulu banyak dicari oleh kolektor dari Jakarta dan China. Bahkan, tak jarang justru para kolektor datang langsung ke lokasi penggalian.

"Jadi orang Jakarta sama orang China itu datang beli bongkahan besar-besar ke tempat penggalian," jelasnya.

Menurut Engkos, dulu untuk mendapatkan batu cincin ukuran sedang yang berwarna hijau atau pancawarna cukup mengeluarkan isi kantong Rp100 ribu. Saat ini, harganya sudah selangit hingga ukuran cincin sedang hingga mencapai Rp20 juta.

"Wah, kalau dulu mampu menjual Rp500 ribu itu sudah sukses, kalau sekarang nggak ada yang seharga itu," kata dia.

Dengan berbekal dua kali pelatihan poles batu alam dan permata yang difasilitasi pihak Pemkab Garut, Engkos mengaku mendapatkan ilmu untuk menjadi pemoles yang andal. Hasilnya, sudah puluhan bahkan ratusan batu akik hasil karyanya merupakan pesanan orang-orang penting, baik pejabat maupun artis dari Garut dan Jakarta.

Selain itu, dia menyampaikan, sempat membuatkan batu cincin mantan Menteri Dalam Negri, Syarwan Hamid. Kemudian, para artis seperti Charly Van Houten, Wika Salim, Diky Chandra dan Rani Permata.

Walaupun sudah sukses menjadi pemoles batu akik yang andal, Engkos berharap Pemerintah Kabupaten Garut memperhatikan para pengrajin dan pemoles batu akik asal Garut. Alasannya, karena banyak di antara para pengrajin maupun pemoles batu akik yang saat ini masih kesulitan untuk mendapatkan alat potong dan poles batu, akibat harganya yang mahal.

Untuk alat potong yang biasa dipergunakan oleh para pengrajin di Garut umumnya manual dengan harga rata-rata satu set Rp5 juta. Padahal, seharusnya para pengrajin menggunakan alat potong satu set dengan alat poles seharga Rp100 juta, karena hasilnya akan lebih memuaskan.

"Ya, alat inilah yang juga menentukan hasil polesan bagus," tambah Engkos. (one)

![vivamore="Baca Juga :"]

[/vivamore]
Sering Gosok Batu Akik Ketimbang Kerja, Enam PPSU Dipecat
Batu Akik Souvenir PON XIX Tahun 2016

Garut Siap Kirim Ribuan Akik untuk Cenderamata PON Jabar

Untuk cenderamata peraih medali emas di PON XIX.

img_title
VIVA.co.id
11 Agustus 2016