Memaknai Pencampakan Bank Dunia, IMF, ADB di Pidato Jokowi

Presiden Joko Widodo di KAA
Sumber :
  • REUTERS/Darren Whiteside
VIVA.co.id
- Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidatonya pada pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika kemarin, ingin mengubah pandangan pada ketergantungan Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF), dan Asian Development Bank (ADB).


Indonesia tampaknya serius menyambut kekuatan ekonomi baru yang digagas China melalui Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB).


China bersama 57 negara di dunia, termasuk sekutu Amerika Serikat, sepakat mendirikan AIIB. Namun, Jepang dan Amerika Serikat masih enggan bergabung dengan AIIB. Jepang dan Amerika sama-sama punya kendali di ADB dan Bank Dunia.


Jokowi mengatakan, persoalan ekonomi dunia tidak hanya dapat diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF, dan ADB. Lalu, dengan pernyataan Jokowi tersebut, apakah Indonesia bersiap masuk ke poros China?


Direktur Jenderal Asia-Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Yuri Thamrin, menegaskan politik luar negeri yang dijalankan Indonesia adalah bebas aktif, tidak memposisikan diri pada poros tertentu.

Risma: Jerman Sumbang Rp1,5 Triliun untuk Bangun Trem

"Jangan memaknai yang seperti itu, Indonesia tidak poros-porosan. Politik luar negeri Indonesia bebas aktif. Kalaupun masuk menjadi
Jokowi: Tax Amnesty Jadi Jawaban Merebut Dana Investasi
founding member
AIIB, jangan dianggap sebagai poros-porosan, karena Italia juga masuk," kata Yuri, di sela Konferensi Asia Afrika, Kamis 23 April 2015.
Disindir Jokowi Soal Anggaran, Ini Kata Gubernur Aher


Menurut Yuri, Indonesia justru mengingatkan bahwa hubungan kerja sama dan persaingan dengan negara besar akan memiliki dampak yang besar. Sehingga, Indonesia mendorong hubungan erat dengan semua negara.


"Oleh karena itu, masalah AIIB ini bukan dalam konteks plurarisasi, tetapi murni ekonomi, khususnya pembiayaan infrastruktur. Indonesia kan punya proyek infrastruktur," ujarnya.


Yuri mengungkapkan, AIIB murni terkait besarnya kebutuhan pembangunan infrastruktur. Menurutnya, kebutuhan dana untuk membangun infrastruktur Asia-Pasifik mencapai US$8,3 triliun.


"Kebutuhan dana infrastruktur itu besar sekali. Pasti tidak bisa dipenuhi oleh bank-bank yang ada saat ini," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya