OJK Ingin Nasabah Difabel Dapat Fasilitas

OJK surabaya
Sumber :
  • VIVA / MZ Abidin

VIVA.co.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong setiap bank maupun pelaku industri jasa keuangan lainnya, agar menyediakan fasilitas khusus bagi nasabah difabel.
 
Sebab selama ini, kaum difabel kurang mendapatkan akses yang baik dalam kehidupan mereka, salah satunya ketika mengajukan pinjaman atau kredit.

“Kami tekankan bahwa prinsip kelayakan kredit yang harusnya menjadi perhatian, seperti cash flow yang baik. Bukan dari sisi fisik semata,” ujar Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Kusumaningtuti S. Soetiono, di hotel Sheraton, Surabaya, Senin 27 April 2015.

Kusumaningtuti tak memungkiri adanya penolakan pengajuan kredit oleh lembaga jasa keuangan terhadap penyandang disabilitas.

“Dari 118 bank dan 200 asuransi yang terdaftar, sedikit sekali yang menyatakan dukungan berupa fasilitas bagi penyandang disabilitas, dan lokasinya sporadis,” ujarnya.

Namun, ia mengapresiasi beberapa bank yang berinisiatif mengubah ATM-nya dengan fasilitas suara. Sehingga, penyandang tuna netra dapat menggunakan ATM secara mandiri.

Di Yogyakarta Ada 16 Ribu Difabel jadi Pemilih

OJK akan terus sosialisasi hal tersebut, sehingga lembaga jasa keuangan wajib memberikan layanan kepada para difabel. “Kami mulai dengan mengedukasi dan menambah volunteer. Karena, OJK tidak bisa hanya sekadar mewajibkan lembaga jasa keuangan, sementara kedua belah pihak masih belum diedukasi,” ungkapnya.

Pasal 24 POJK No.1/POJK.07/2013 mengatur tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Di dalamnya disebutkan bahwa seluruh pelaku usaha jasa keuangan wajib menyediakan layanan khusus kepada konsumen dengan kebutuhan khusus dan berlaku efektif sejak 6 Agustus 2014.

Yang dimaksud dengan konsumen berkebutuhan khusus dalam pasal itu ialah penderita tuna rungu, tuna netra, dan nasabah berusia lanjut 60 tahun, atau lebih. Layanan khusus yang wajib tersedia, di antaranya adalah penyediaan formulir khusus yang menggunakan huruf braille.


Sementara itu, Pusat Studi Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas Brawijaya Malang membeberkan data hasil Focus Group Discussion (FGD) tahun 2014 mengenai permasalahan literasi keuangan penyandang disabilitas.

FGD tersebut digelar di kota Malang, Mojokerto, dan Surabaya. Hasilnya, 94 persen penyandang disabilitas tidak pernah mencatat keuangan mereka dalam kehidupan sehari-hari dan hanya enam persen yang memiliki catatan keuangan dengan baik.

Selain itu, sebanyak 51,02 persen tidak memiliki tabungan dan sisanya 48,98 persen memiliki tabungan. “Ini menunjukkan bahwa mereka belum memiliki perencanaan dan pengaturan keuangan dengan baik. Ini tentu sangat memprihatinkan,” kata ketua PSLD, sekaligus dosen FISIP Unibraw, Slamet Tohari.

Sebanyak 65 persen kaum difabel juga merasakan, sehingga mereka kesulitan mengakses jasa keuangan. Penyebab tertinggi sebesar 27,03 persen, ialah keterjangkauan infrastruktur, sehingga mereka enggan melakukan transaksi di lembaga jasa keuangan.

“Sisanya, karena persyaratan yang menyulitkan, disabilitas yang dialami, dan sarana-prasarana yang tak mendukung,” tambahnya. (asp)

Presiden Korsel Beri Selamat ke Prabowo Subianto Menang Pilpres 2024: Semoga RI Lebih Makmur

OJK Ingin Indonesia Timur Melek Perbankan

Program Laku Pandai Indonesia Timur jadi program OJK 2017.

img_title
VIVA.co.id
29 Juli 2016