Mengapa Harga Beras Naik Terus? Ini Kata Ekonom

Gudang Bulog
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id
- Ekonom Universitas Sam Ratulangi Manado, Agus Tony Poputra, mendesak pemerintah tidak mengorbankan konsumen dengan kebijakan beras.


Saat ini, kata dia, kebijakan pemerintah menghentikan impor beras pada dasarnya untuk mengurangi suplai beras sehingga mendongkrak harganya. Lewat harga beras yang lebih tinggi diharapkan petani akan sejahtera.


“Bila pola pikir pemerintah seperti ini berarti pemerintah mengorbankan kesejahteraan konsumen yang jumlahnya jauh lebih besar dari petani. Ini tentu saja sangat tidak adil,” ujarnya, di Manado, Kamis 7 Mei 2015.


Menurutnya, kebijakan mengorbankan konsumen seperti itu sering didasarkan pada argumen bahwa jumlah kelas menengah di Indonesia

meningkat pesat.

Permudah Serap Beras Petani, Bulog Ingin Samakan Harga

Namun, bila ditelisik lebih jauh, pertambahan kelas menengah di Indonesia, terutama disumbangkan oleh pekerja tetap, bukan wirausaha. Kesejahteraan kelompok berpendapatan tetap ini sangat rentan terhadap kenaikan biaya hidup.
Antipasi Lonjakan Harga Beras, Bulog Gelar Operasi Pasar


Daftar Provinsi Jadi Tujuan Operasi Pasar Bulog
“Oleh sebab itu, pemerintah semestinya melindungi kesejahteraan mereka lewat menekan inflasi, terutama untuk barang kebutuhan pokok seperti beras,” katanya.

Dia menjelaskan, upaya pemerintah untuk mensejahterakan petani lewat harga tinggi juga tidak serta merta efektif sepanjang tidak ada upaya signifikan meningkatkan efisiensi.  Inefisiensi yang terjadi di sektor pertanian merupakan persoalan mendasar yang harus dicari solusi bukan sekedar membebankan pada konsumen.

Agus mengatakan, kemampuan Vietnam untuk menawarkan harga beras sebesar Rp5 ribu per kilogram (kg), sementara harga dalam negeri berkisar Rp8-12 ribu per kg, merupakan salah satu bukti betapa tidak efisiennya produksi beras nasional.

“Berkaca pada kondisi ini, pemerintah seharusnya menerapkan kebijakan yang berfokus pada laba petani. Peningkatan laba petani tidak harus diperoleh dengan menaikkan harga jual, ini dapat diperoleh melalui efisiensi biaya produksi. Kondisi inefisiensi produksi beras Indonesia yang parah semestinya menjadi peluang untuk meningkatkan laba petani lewat efisiensi tanpa harus menyengsarakan konsumen,” terang Agus.


Agus mengusulkan, tujuh upaya peningkatan efisiensi produksi beras serta komoditas pertanian lainnya yang dapat dilakukan pemerintah lewat berbagai cara yang dipadukan.


Pertama
, penggunaan bibit yang lebih berkualitas yang memberi hasil lebih banyak.


Kedua
, perbaikan dan pembangunan irigasi yang memungkinkan peningkatan frekuensi panen setahun.


“Terdapat fakta pada beberapa daerah di mana irigasi dibangun di satu lokasi, sementara pencetakan sawah di lokasi yang lain sehingga hasil kedua kegiatan tidak optimal,” jelas Agus.


Ketiga
, perlu modernisasi alat pertanian mengingat banyak tenaga kerja sektor pertanian telah beralih ke sektor yang lain. Ini membuat biaya tenaga kerja di sektor pertanian menjadi mahal.


Keempat
, peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga penyuluh pertanian serta kelembagaannya.  Ketersediaan penyuluh dan kualitas mereka yang sangat terbatas merupakan salah satu penyebab merosotnya kinerja sektor pertanian.


“Sebaiknya, satuan kerja (satker) penyuluhan dibubarkan dan para penyuluh dikembalikan kepada satker teknis untuk menghilangkan masalah koordinasi lintas satker,” ungkapnya.


Kelima
, pemerintah perlu membenahi lingkungan persawahan untuk mencegah banjir serta meningkatkan aktivitas pencegahan dan pemberantasan hama dalam rangka mengurangi potensi gagal panen.


“Gagal panen merupakan salah satu penyebab utama tersanderanya kesejahteraan petani serta melambungkan harga jual hasil pertanian yang merugikan konsumen tanpa petani merasakan manfaatnya,” papar Agus.


Keenam
, peningkatan jumlah jalan pertanian serta pemeliharaan yang

teratur.


Ketujuh
, melakukan komunikasi dan promosi yang lebih baik untuk meningkatkan animo generasi muda untuk berkiprah di sektor pertanian.


“Bila pemerintah melakukan tujuh cara di atas secara terintegrasi serta koordinasi yang baik antara lembaga penurunan inefisiensi sektor pertanian, termasuk beras bukan hanya mimpi," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya