Serikat Pekerja Tolak Privatisasi PLN ke Swasta

Ilustrasi kabel listrik
Sumber :
  • iStock
VIVA.co.id
34 Proyek Pembangkit Listrik Mangkrak, Negara Merugi
- Serikat Pekerja (SP) PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menolak privatisasi PLN kepada swasta dan asing.

Dapat Arahan Menteri BUMN, PLN Bakal Caplok PGE

Hal itu, karena mereka menilai akses listrik merupakan salah satu yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar (UUD) 1945 untuk dikuasai dan dikelola oleh negara.
Krisis Listrik, Pemerintah Sumut Gandeng Tiongkok


Ketua Pembina SP PLN, Ahmad Daryoko, mengungkapkan jika PT PLN dijual kepada pihak swasta, tarif listrik negara akan meningkat hingga empat kali lipat dari tarif listrik saat ini.


Padahal, menurut UUD 1945, penguasaan listrikm termasuk harga harus dikelola hanya oleh negara, dalam hal ini PLN.


"Manusia itu membutuhkan air, ladang, dan api. Itu harganya diharamkan dan tidak boleh dilepas ke komersial. Artinya, ini negara hadir untuk menciptakan komoditas yang murah dan dapat mensejahterakan rakyatnya," ujarnya, di Kantor Pusat PT PLN, Senin 18 Mei 2015.


Daryoko bercerita, pada 1998, melalui kebijakan restrukturisasi sektor ketenagalistrikan yang dikeluarkan oleh PLN waktu itu, membuat sektor listrik wilayah Jawa dan Bali, dijual kepada pihak swasta dan asing.


Hal ini membuat pembangkit listrik PLN yang ada di Suralaya, dengan kapasitas tenaga listrik hingga 4.000 Mega Watt (MW) dijual kepada pihak swasta.


"Itu yang dijual adalah pembangkit dan ritelnya senilai Rp40 triliun. Tak cuma itu, pembangkit listrik Muara Karang yang punya
power plant
hingga 750 MW itu dijual senilai Rp10 triliun. Ini bancakannya asing," tuturnya.


Dengan demikian, dia meminta, kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk segera
judicial review
kebijakan yang dikeluarkan oleh PLN, agar negara bisa menghadirkan tarif listrik yang murah kepada masyarakat.


"Kami menyayangkan putusan itu, karena membuat standar ganda dengan alasan ketenagalistrikan bisa diatur pemerintah. Padahal, UU Nomor 20 yang dibatalkan MK, sebelumnya pemerintah yang mengatur, tetapi tetap saja melanggar dan menjual aset negara. Maka, itu kami minta MK segera
judicial review
kebijakan itu," ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya