Sumber :
- ANTARA
VIVA.co.id
- Di negara-negara lain, penelitian tentang energi baru dan terbarukan (EBT) mendapatkan perhatian. Bahkan, pemerintahnya pun mensubsidi energi ini, agar harganya bisa lebih murah.
Namun, kondisi ini berbanding terbalik dengan Indonesia.
VP Research and Development
Pertamina, Eko Wahyu Laksmono, mengatakan bahwa di negara maju, pengembangan EBT tidak memandang harga, karena mereka paham bahwa energi baru itu ramah lingkungan.
Bahkan, di Brasil yang merupakan negara berkembang pun, pemerintahnya mensubsidi etanol dari jagung.
Eko menambahkan, pengembangan EBT penting dilakukan untuk mengantisipasi bahan bakar yang bersumber dari fosil.
Selain itu, energi ini merupakan energi yang ramah lingkungan dan tak menyisakan emisi. "Lambat laun, energi fosil digantikan dengan energi baru dan terbarukan," kata dia.
Lantas, bagaimana di Indonesia? Eko mengatakan, di Indonesia, riset terutama untuk pengembangan energi, kurang mendapat tempat.
"Riset itu masih dianggap sebagai pemborosan, padahal riset sangat diperlukan untuk inovasi. Bangsa ini menginginkan riset berhasil 100 persen, padahal riset itu (biasanya) 50 persen gagal dan 50 persen berhasil. Bangsa ini belum bisa menerima kegagalan," kata dia. (asp)
Halaman Selanjutnya
Selain itu, energi ini merupakan energi yang ramah lingkungan dan tak menyisakan emisi. "Lambat laun, energi fosil digantikan dengan energi baru dan terbarukan," kata dia.