Sumber :
- Antara/Puspa Perwitasari
VIVA.co.id
- Pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan pekan lalu diperkirakan masih akan berlanjut pekan ini. Saham-saham energi dan telokomunikasi yang terus mengalami pelemahan menjadi sorotan pelaku pasar keuangan.
![Halaman Selanjutnya]( "Halaman Selanjutnya")
Baca Juga :
Bursa Asia Pasifik Tertekan Dinamika Pilpres AS
Baca Juga :
Mengekor Wallstreet, Bursa Asia Dibuka Melemah
Analis PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada mengatakan, sentimen akan kebijakan para sekuritas di Tiongkok yang mengetatkan likuiditasnya direspon negatif oleh investor.
Sementara itu, indeks Nikkei diperkirakan melanjutkan laju positifnya meskipun terjadi pelamahan Yen terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan kemungkinan masih adanya aksi-aksi profit taking.
Sedangkan, Indeks Kospi diperkirakan akan bergerak negatif seiring dengan turunnya kepercayaan bisnis, produksi industri dan manufaktur, serta pertumbuhan izin pembangunan di Korea Selatan.
"Kekhawatiran kami akan masih terjadinya pelemahan, kian berlanjut dengan laju IHSG yang bergerak masih melanjutkan pelemahannya," ujarnya kepada VIVA.co.id, Senin, 1 Juni 2015.
Di Indonesia, pelemahan masih berlanjut karena terimbas sentimen negatif bursa Asia dan bursa saham AS, seiring dengan aksi jual lanjutannya merespon menguatnya nilai tukar dolar.
Anggapan belum tuntasnya permasalahan Yunani, dan kekhawatiran pelaku pasar terhadap potensi pelemahan di Tiongkok juga menjadi berisiko dorong pelemahan IHSG pada pekan ini.
Kata Reza, pada perdagangan hari ini IHSG diperkirakan akan berada pada rentang support 5205-5209 dan resisten 5235-5256. Laju IHSG masih berpotensi melemah jika aksi jual masih berlanjut. Untuk itu, tetap mewaspadai potensi pelemahan lanjutan.
"Meski kami mengharapkan adanya kenaikan namun, tampaknya IHSG masih berada dalam tren penurunan jangka pendeknya. Laju IHSG masih berpotensi melemah jika aksi jual masih berlanjut," tambahnya.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Sedangkan, Indeks Kospi diperkirakan akan bergerak negatif seiring dengan turunnya kepercayaan bisnis, produksi industri dan manufaktur, serta pertumbuhan izin pembangunan di Korea Selatan.
