Iuran Pensiun BPJS Ketenagakerjaan Harus Lihat Perusahaan

Sumber :
  • ANTARA/Rivan Awal Lingga

VIVA.co.id - Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), I Kadek Dian Sutrisna menilai, iuran dana pensiun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan sebesar delapan persen harus melihat dari sisi sektoral tiap perusahaan.

Seperti diketahui, pemerintah menetapkan iuran jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan sebesar delapan persen yang akan diberlakukan mulai 1 Juli nanti.

Iuran ini akan ditanggung pengusaha sebesar lima persen dan pekerja tiga persen.

Retribusi Perusahaan Pengguna Tenaga Kerja Asing Naik

"Untuk perusahaan dan tenaga kerja dan di luar pulau Jawa, itu beda willingness to pay (kesediaan pembayaraan)nya," kata Kadek Dian, ketika dihubungi VIVA.co.id, Selasa 23 Juni 2015.

Menurut dia, permasalahan iuran BPJS Ketenagakerjaan tidak jauh berbeda dengan BPJS Kesehatan. Sebab, premi dan kontribusi yang harus dibayarkan sampai saat ini tidak dapat digeneralisasi secara optimal.

"Kami di LPM pernah lakukan penelitian. Di Jawa, premi mereka lebih rendah. Otomatis murah. Sedangkan di daerah Timur, relatif lebih mahal. Memang harus dipastikan," ujarnya.

Selain itu, Kadek mengatakan, penerapan jaminan pensiun di Indonesia tidak jauh
berbeda dengan negara-negara lain. Dia mencontohkan, salah satunya adalah Australia, yang melakukan pemotongan income (gaji) dari pekerja untuk jaminan pensiun.

Karena itu, berdasarkan adanya keberatan dari beberapa perusahaan terkait masalah ini, pemerintah seharusnya terlebih dahulu melakukan penelitian, guna
mengantisipasi kondisi saat ini.

"Yang jelas, harus didasarkan atas penelitian dari kemampuan bayar dari masing-
masing perusahaan," kata Kadek. (asp)

Para konsumen penuhi suatu acara pesta diskon sepatu di Jakarta.

Tingkat Keyakinan Konsumen RI Menurun Tajam, Ungkap Survei

Prospek ketenagakerjaan merupakan pendorong utama penurunan itu.

img_title
VIVA.co.id
12 Agustus 2016