Ramadhan di Myanmar, Sedikit Masjid Terima Wanita Beribadah

Warga Myanmar melewati masjid di Meiktila
Sumber :
  • REUTERS/Soe Zeya Tun
VIVA.co.id
Pemerintah Indonesia Bersimpati atas Gempa Myanmar
- Sama seperti di belahan dunia lainnya, warga Muslim di Myanmar juga berpuasa ketika bulan Ramadhan tiba. Namun, bagi perempuan Muslim Myanmar, menunaikan salat tarawih selama bulan Ramadhan di masjid merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. 

Suu Kyi: Saya Tak Tahu Bakal Diwawancara Muslim
BBC Indonesia edisi Selasa, 30 Juni 2015, melansir kaum perempuan juga tidak diizinkan masuk ke dalam masjid. Perlakuan seperti itu tidak hanya berlangsung di bulan Ramadhan, tetapi juga di bulan lainnya. 

UNHCR Apresiasi RI soal Pengungsi Rohingya
Padahal, banyak masjid yang bisa ditemui di negara itu, terutama di ibukota Yangon. Hampir di setiap Township atau setingkat dengan kecamatan memiliki masjid. Ada juga beberapa township yang mempunyai lebih dari satu masjid. Kendati begitu, hanya segelintir masjid yang bersedia menerima perempuan. 

Menurut salah satu pemimpin Islamic Centre Myanmar, U Aye Lwin, jumlah masjid di Yangon lebih dari 100 buah. Tetapi, yang terbuka bagi perempuan tak lebih dari enam masjid. 

"Jangankan untuk salat, hampir semua masjid di Myanmar bahkan tidak mengizinkan perempuan masuk. Para imam dan guru agama di sini memiliki pemikiran yang konservatif," kata Aye Lwin. 

Dia menjelaskan ide Islam konservatif ini diperoleh dari India, tempat para imam dan guru agama di Myanmar belajar, yang menempatkan perempuan untuk beribadah di rumah. 

"Mereka mengutip hadist yang berbunyi: 'tempat terbaik bagi perempuan untuk salat adalah di rumah," Aye Lwin menjelaskan. 

Padahal, di banyak tempat suci, seperti Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah, kaum perempuan diizinkan masuk dan salat di dalamnya. 

"Walaupun mereka menyaksikan kondisi itu ketika bepergian ke tempat suci umat Islam dan beribadh Haji, tetap saja tak ada kondisi yang berubah di Myanmar," kata dia. 

Dia menambahkan, para perempuan pun lebih banyak menerima ide tersebut walau tahu di Mekah dan Madinah mereka boleh salat di dalam masjid. Banyaknya imam dan ustad dari Myanmar yang belajar di India ini tak lepas dari faktor sejarah. 

Myanmar pernah menjadi salah satu provinsi India di bawah pemerintahan kolonial Inggris. Myanmar praktis tunduk kepada Inggris selama hampir 100 tahun, sejak tahun 1823 hingga merdeka pada 1948. 

Ketika berada dalam jajahan Inggris, para imigran dan India banyak berdatangan ke Myanmar, baik yang beragama Islam atau pun Hindu. Tradisi belajar agama di India pun masih dilakukan hingga kini. 

Dia mengatakan tak mudah untuk mengubah pemahaman konservatif yang sudah melekat itu. Butuh waktu bertahun-tahun dan alasan yang sangat kuat untuk mengubah pemahaman para imam dan pengurus masjid. 

Aye Lwin berpendapat perubahan pemahaman tersebut bukan mustahil, seperti yang dilakukan terhadap imam dan pengurus masjid yang berada di dekat kediamannya di pusat kota Yangon. (ren)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya