Sumber :
VIVA.co.id
- Pilkada serentak merupakan transisi kekuasaan dalam pelaksanaan otonomi daerah. Secara esensi, demokrasi tidak mempermasalahkan calon tunggal, karena kompetisi bukan merupakan syarat mutlak dalam demokrasi. Demikian pandangan yang diutarakan Anggota Komisi II DPR RI, Diah Pitaloka.
Dalam kerangka demokrasi nasional, memang masih banyak kelemahan pada berbagai aspek, terutama jika berbicara mengenai pilkada serentak.
"Memang harus diakui banyaknya kelemahan UU Pilkada yang sekarang dirasakan karena revisinya dijalankan dalam waktu yang cukup singkat untuk ukuran sebuah UU. Tidak adanya pasal yang mengkaji mengenai calon tunggal setelah tenggat masa waktu perpanjangan yang disediakan juga memunculkan kekosongan hukum,” ungkap Diah.
Menurut Diah, pilkada serentak merupakan momentum bagi bangsa Indonesia untuk merefleksikan bagaimana mekanisme otonomi daerah dan otoritas dalam otonomi itu dijalankan, sehingga memunculkan calon tunggal Pilkada.
Lebih lanjut, Diah menjelaskan bahwa kerangka calon tunggal dalam Pilkada telah menimbulkan berbagai konsekuensi normatif.
"Oleh karena itu, peran parpol dalam hal ini menjadi sentral. Pilihan atas calon kepala daerah harus mencerminkan perjuangan atas perubahan kehidupan rakyat di daerah tersebut agar lebih baik,” kata Diah.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Oleh karena itu, peran parpol dalam hal ini menjadi sentral. Pilihan atas calon kepala daerah harus mencerminkan perjuangan atas perubahan kehidupan rakyat di daerah tersebut agar lebih baik,” kata Diah.