Presdir Freeport: Perusahaan Kami Aset Nasional

Pekerja Freeport kendalikan robot di tambang bawah tanah
Sumber :
  • VIVA.co.id / Renne Kawilarang

VIVA.co.id - Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Syamsuddin, yakin bahwa perusahaan tambang yang dia pimpin saat ini sudah merupakan aset nasional walaupun dimodali oleh Amerika Serikat. Ini karena hampir semua pekerjanya merupakan putra-putra bangsa dan telah memberi dampak besar bagi ekonomi lokal dan nasional.

Menteri Arcandra Bicara Masa Depan Freeport

Demikian diutarakan Maroef saat menyambut kunjungan rombongan jurnalis ke basis produksi Freeport di Kota Tembagapura, Papua, Minggu, 16 Agustus 2015. Maka mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Nasional itu pun merasa heran akan suara-suara yang selama ini mempertanyakan peran Freeport bagi Indonesia.

"Saya yakin bahwa Freeport merupakan aset nasional, walaupun ada pendanaan investasi asing. Itulah sebabnya setiap tanggal 17 Agustus perusahaan kami selalu serius menggelar serangkaian peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI di semua lokasi kerja Freeport, baik di Papua dan Jakarta," kata Maroef.

Papua Bangun Kompleks Olahraga Mewah untuk PON 2020

Dia menyebut beberapa faktor mengapa Freeport telah menjadi aset bangsa. Salah satunya dari segi penjualan. Sebanyak 58 persen dari produk konsentrat tembaga Freeport, kata Maroef, disalurkan untuk memenuhi permintaan domestik. 

Lalu, hampir semua pekerja perusahaan tambang ini adalah warga Indonesia. "Dari total 30.004 pekerja, lebih dari 97 persen adalah karyawan nasional, dan sisanya yang sebanyak 2,57 persen adalah karyawan asing," kata Maroef.

Rampingkan Organisasi, Saham Induk Freeport Melonjak

Dia juga memperingatkan bahwa raksasa tambang ini telah memberi sumbangsih besar bagi pendapatan nasional maupun lokal berbasis Produk Domestik Bruto. "Kami menyumbang 0,8 persen bagi PDB Indonesia, dan 37,5 persen dari PDRB Provinsi Papua, bahkan menyumbang 91 persen dari PDRB Kabupaten Mimika," kata Maroef.

Lalu, selama puluhan tahun perusahaan yang dia pimpin sudah menerapkan sejumlah program pemberdayaan masyarakat, baik di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi berbasis desa, dan infrastruktur.

Maka, Maroef mengaku tidak bisa terbayangkan apa jadinya bila Freeport pada suatu saat harus menghentikan produksi di Indonesia lantaran kontrak karyanya, yang akan berakhir pada 2021, tidak diperpanjang. Atau pun saat terus didesak pemerintah untuk memiliki smelter yang harus mengolah semua konsentrat hasil tambang Freeport.

"Kalau Freeport tidak lanjut, akan ada permasalahan, tidak saja bisnis, namun juga dari segi sosial, ekonomi, dan politik," kata Maroef. Tapi dia tetap optimistis pemerintah RI akan memberi pertimbangan yang matang untuk menghindari dampak-dampak yang tidak diinginkan.


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya