2016, Jokowi Bisa Rombak APBN Tanpa Persetujuan DPR ?

Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id
Rupiah Melemah, Tertekan Gejolak Ekonomi Global
- Perekonomian global diperkirakan masih terus akan mengalami gejolak pada tahun depan. Karena itu, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016, yang diajukan pemerintah diklaim dibuat serealistis mungkin.

IHSG Diproyeksi Naik, Ini Pendorongnya
Dikutip VIVA.co.id, Selasa 18 Agustus 2015, dari Buku I Rancangan Undang-undang (RUU) tentang APBN 2016, pemerintah telah mengantisipasi memburuknya ekonomi global tahun depan.  

Lebih Oke Mana, Ekonomi RI atau Brasil?
Ada satu pasal yang bisa menjadi dasar pemerintah untuk mengutak-utik pos APBN, ketika dalam keadaan darurat. Bahkan, dalam pasal tersebut, pemerintah dapat menambah utang sesuai dengan yang diperlukan melalui penerbitan surat utang. 

Pasal 36 RUU ayat I dijelaskan, kondisi darurat yang dikaksud terbagi dalam beberapa kategori. Pertama, ketika proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi dasar ekonomi makro lainnya yang menyebabkan turunnya pendapatan negara, dan atau meningkatnya belanja negara secara signifikan.

Kedua, kondisi sistem keuangan gagal menjalankan fungsi dan perannya secara efektif dalam perekonomian nasional. Ketiga, ketika terjadi kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) secara signifikan, pemerintah dengan persetujuan DPR dapat melakukan langkah-langkah:

- Pengeluaran yang belum tersedia anggarannya atau pengeluaran melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2016.

- Pergeseran anggaran belanja antarprogram dalam satu bagian anggaran, atau antarbagian anggaran.

- Pengurangan pagu belanja negara dalam rangka peningkatan efisiensi, dengan tetap menjaga sasaran program prioritas yang tetap harus tercapai.

- Penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk menutup kekurangan pembiayaan APBN, dengan terlebih dahulu memperhitungkan ketersediaan SAL untuk kebutuhan anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan dan awal tahun anggaran berikutnya.

- Penambahan utang yang berasal dari penarikan pinjaman dan, atau penerbitan SBN. 

- Pemberian pinjaman kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dalam hal LPS mengalami kesulitan likuiditas.

Lebih lanjut, dalam ayat dua pasal tersebut menjelaskan, langkah-langkah tersebut dilaksanakan berdasarkan hasil koordinasi antara Menteri Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan Ketua Dewan Komisioner LPS dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan. 

Sementara itu, ayat ketiga menyebutkan bahwa langkah darurat tersebut baru bisa diimplementasikan, setelah ditetapkan dalam kesimpulan rapat kerja Badan Anggaran DPR RI dengan Pemerintah. Rapat tersebut diberikan dalam waktu tidak lebih dari satu kali dua puluh empat jam, setelah usulan disampaikan pemerintah kepada DPR.

"Apabila persetujuan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat satu karena suatu dan lain hal belum dapat ditetapkan, maka pemerintah dapat mengambil langkah-
langkah sebagaimana dimaksud pada ayat satu," tulis ayat empat pasal 36 RUU APBN 2016. 

Selanjutnya, sebagai pertanggungjawaban, pemerintah akan menyampaikan pelaksanaan langkah-langkah kebijakan darurat tersebut dalam APBN Perubahan 2016 dan pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun anggaran 2016. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya