Indonesia Minim Tenaga Ahli Konstruksi Bersertifikasi

Pekerjaan Proyek MRT
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id
Menanti Pintu Gerbang Dunia di Kulonprogo
- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan, meski telah mengalami kemajuan dalam bidang jasa konstruksi, pemerintah harus terus memutar otak terkait minimnya jumlah tenaga kerja konstruksi Indonesia yang bersertifikasi.

LIPI: Pembangunan Daerah Idealnya Berbasis Riset Ilmiah

Hal ini yang membuat investor asing lebih memilih untuk mendatangkan tenaga kerja asing.
Neraca SDA Diklaim Dukung Pembangunan Nasional


Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Yusid Toyib, mengatakan, jika hal itu dibiarkan, tenaga kerja konstruksi lokal tak akan mendapat tempat untuk mengerjakan proyek-proyek konstruksi dalam negeri.


"Ini harus dibatasi, karena kalau tidak maka kita akan jebol. Dengan tenaga kerja bersertifikat, maka kualitas tenaga kerja (konstruksi) akan bertambah," ujar Yusid di kantornya, di Jakarta, Rabu 19 Agustus 2015.


Yusid menjelaskan, saat ini jumlah proyek konstruksi di Indonesia sangat besar. Ini karena pemerintah terus menggenjot pembangunan infrastruktur. Bahkan, Indonesia menduduki pasar konstruksi nomor empat Asia di bawah Tiongkok, Jepang dan India.


Dengan adanya kondisi tersebut, lanjut Yusid, mengindikasikan bahwa Indonesia sangat dilirik oleh investor konstruksi asing.


"Saat ini jumlah tenaga kerja konstruksi yang ada di Indonesia sebanyak 7,2 juta orang. Namun yang memiliki sertifikasi baru sebanyak lima persen atau sekitar 18 ribu tenaga kerja konstruksi," kata dia.


Dengan begitu, dirinya melanjutkan, untuk menggenjot tenaga kerja konstruksi lokal memiliki sertifikasi, pihaknya akan menjemput bola dengan mendatangi perusahaan-perusahaan kontruksi dan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dilakukan tes agar mendapat sertifikasi.


"Kita akan datangi perusahaan-perusahaan pekerjaan (kontruksi) besar, BUMN besar untuk dilakukan tes tenaga keterampilan maupun tenaga ahli, madya atau utama," ujarnya


Selain itu, Yusid mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan kerjasama dengan negara-negara ASEAN untuk kesetaraan sertifikasi. Hal ini agar tenaga kerja yang telah memiliki sertifikasi di satu negara dapat pula bekerja di negara ASEAN lainnya.


"Jadi, sertifikasi yang dikeluarkan oleh Indonesia dan sertifikasi yang dikeluarkan oleh (negara-negara) ASEAN adalah sama. Yang memiliki sertifikasi jika dia bekerja di negara ASEAN lainnya tidak akan dianggap remeh dan akan mendapat gaji yang lebih tinggi (dibandingkan yang tidak memiliki sertifikasi). Ini yang akan kita genjot," ujar Yusid. (ren)



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya