FOTO: Drama di Istana Bunga Hian Tjen

Koleksi Haute Couture Hian Tjen 2016
Sumber :
  • Dok. Vickar Adam
VIVA.co.id –
Berbagai Karya Terbaik Tampil dari Desainer Muda di Perhelatan Indonesia Fashion Week
Suasana Dian Grand Ballroom, Hotel Raffles, Jakarta, mendadak berubah. Ruangan masif itu bersilih bagaikan ruang makan sebuah istana. Tapi, bukan istana gilang gemilang, melaikan istana yang telah lama ditinggalkan. Penuh akar belukar yang silang selingkat.

Cinta Laura Bareng Kendall Jenner dan Camila Cabello di Paris, Hebohkan Netizen

Pilar-pilar besar ditumbuhi akar merambat. Gelap. Muram. Namun ada sisa-sisa kecantikan yang tertinggal.
Atribut PDIP Dibuat Fashion Show Guna Meriahkan Peresmian Kantor Banteng Muda Indonesia


Dekorasi dramatis itu menjadi latar belakang persembahan peragaan perdana Hian Tjen, desainer muda yang termasuk dalam gelombang baru perancang adibusana Indonesia.

Di atas panggung mode nan besar itu, satu-satu model berjalan keluar. Mereka menjadi bagian kisah dongeng. Fantasi.

Meski terinspirasi fantasi, koleksi yang disajikan Hian sangat lekat dengan kepribadian manusia. Si cantik dan si buruk rupa. Si cantik yang bertabiat buruk dan si buruk rupa nan berhati mulia. Bagai dua sisi mata uang. Lekat. Serupa. Namun sangat berbeda.


“Kedua sifat itulah yang menginspirasi Chateau Fleur,” ujar Hian Tjen, sebelum pergelaran busana.


Hian memang mengambil Chateau Fleur sebagai judul. Istilah yang berarti istana bunga itu punya makna yang dalam. Di kastil yang telah lama ditinggalkan, meski menjelma menjadi tempat yang menyeramkan, namun juga menawarkan keindahan.


“Sama seperti perempuan. Mereka makhluk yang elok, tak peduli apa sifatnya,” kata desainer yang pernah berbagi panggung dengan Tex Saverio, Albert Yanuar dan Imelda Kartini tersebut.


Hian membagi dua koleksinya. Sekuel pertama, bertema Evil Stalked the Night, Hian menyuguhkan dua warna dominan, hitam dan merah, yang sekaligus melambangkan sisi buruk manusia.


Kedua warna tersebut bagaikan jubah yang membalut tubuh para ratu jahat. Kendati terlihat bengis, mereka tetap tampil cantik dalam gaun pendek maupun panjang, terusan bervolume kaya wiru, hingga ballgown yang membuat tamu undangan terkesiap.


Dari rancangan Hian, bisa dilihat kekuatannya sebagai seorang couturier muda. Bermandikan payet, manik, dan kristal, Hian tidak begitu saja melupakan kekuatan konstruksi busana, teknik jahit dan detail rumit. Menjadikan karyanya begitu dramatis sekaligus indah dilihat.


Kontras dengan aura gelap di sesi pertama, di sekuel kedua, Hian menyelipkan nafas manis dan polos dalam koleksinya. Warna-warna pastel, berpadu dengan putih dan emas, mencipta cahaya di atas panggung.


Ratu jahat menjelma menjadi peri dan putri yang menebarkan cinta kasih.


Sekali lagi, Hian menuangkan kreasi dan kepiawaiannya mencipta detail rumit dalam kreasi fantastis. Bulu, menjadi media Hian.


“Bulu punya tekstur yang unik dan bisa membangkitkan imajinasi,” kata Hian.


Selain bulu, Hian juga bermain dengan aksesori berbentuk kupu-kupu yang menjelma bagai hiasan tiga dimensi.


Oleh karena itu, busana Hian paling baik dinikmati dari jarak dekat, yang sekaligus menjadi bukti bahwa desainer Indonesia punya talenta yang tak kalah dari desainer internasional.


Merintis karier sebagai perancang busana pada 2008, nama Hian Tjen semakin dikenal di industri mode Indonesia. Setelah tujuh tahun berkarier, tahun ini Hian memberanikan diri menggelar show tunggal perdana.


Lulusan sekolah mode ESMOD Jakarta tersebut membutuhkan waktu lebih dari 3 bulan guna mempersiapkan seluruh koleksi yang berjumlah 59 busana tersebut. Dia mengaku koleksinya dikerjakan secara handmade.


“Persiapannya memang tiga bulan, tapi konsepnya sudah dibentuk dari dua tahun lalu,” kata Hian.


Sebenarnya, dia sempat ragu menggelar fashion show tunggal. Namun, berkat dukungan keluarga dan teman, Hian akhirnya sukses menggelar Chateau Fleur, yang sekaligus memantapkan karirnya di industri mode Tanah Air.





Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya