Rupiah Rontok, Pengusaha Konveksi Ikut 'Keok'

Usaha konveksi untuk memenuhi pesanan atribut kampanye pemilu di DIY
Sumber :
  • VIVAnews/Ochi April
VIVA.co.id
Rupiah Melemah, Tertekan Gejolak Ekonomi Global
- Melemahnya berdampak pada pengusaha konveksi. Jumlah pesanan pun menurun drastis dibanding sebelum hari raya Idul Fitri.

Sikap Pasar Modal dan Rupiah Soal Aksi Damai 4 November
Kini, sejumlah pengusaha yang tak sanggup bertahan akhirnya menutup usaha konveksi mereka. 

Dolar Masih Lemah, Rupiah Melaju di Jalur Hijau
Kiswanto (32), pengusaha konveksi di Krendang Tambora, Jakarta mengatakan saat ini naik Rp5.000 per kilogramnya.

Ia mencontohkan untuk harga kain putih kualitas rendah, kini sudah dihargai Rp55.000 dari sebelumnya Rp50.000 per kilogramnya.

Sedangkan katun kualitas biasa sudah dihargai Rp60 ribu per kilogram dan kualitas bagus seharga Rp70 ribu per kilogramnya.

"Gara-gara harga naik, orderan makin sepi. Ini beda sekali sama sebelum Lebaran kemarin, kami sampai nambah karyawan borongan untuk menyelesaikan pesanan," ujar Kiswanto, Kamis 27 Agustus 2015.

Akibat kondisi itu, omzet pun mengalami penurunan bahkan hingga 50 persen. "Kami tidak berani untuk menyimpan barang banyak-banyak," katanya.

Dihantui Barang Tiongkok

Tak hanya harga bahan yang kian terkerek, ketakutan akan banyaknya pasokan barang dari Tiongkok juga dirasakan pengusaha.

Dengan kebijakan , produk ekspor mereka kian murah di pasar dunia. Menurut Kiswanto, selain murah,  kualitas barangnya juga lebih bagus dari barang lokal.

"Itu juga yang membuat pedagang . Kadang-kadang, kami sudah enggak mikir untung, yang penting barang bisa laku di pasaran," ujar Kiswanto.

Keluhan serupa dilontarkan Indah (28). Pengusaha konveksi di Tambora ini mengaku terus menurun pendapatannya akibat minimnya pesanan.

Ia membandingkan pada tahun 2014, pesanan bisa mencapai 100 lusin hingga 150 lusin per hari. Kini, pesanan hanya berkisar 30 lusin per hari. Pesanan
tertinggi hanya mencapai 50 lusin per hari, itu pun hanya saat lebaran lalu.

"Banyak usaha konveksi di sini tutup karena ongkos produksi tidak bisa menutup biaya kontrakan, listrik, dan gaji pegawai. Yang saya kenal
saja, sudah ada tiga yang tutup," ungkap Indah.

Saat ini karyawannya tinggal tujuh orang dari sebelumnya yang
mencapai belasan. O"rderan sepi, banyak bos-bos pakaian menurunkan ongkos jahitan. Kami jadi pusing,” kata dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya