Sumber :
- Antara/Wahyu Putro
VIVA.co.id
- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mendey, mengungkapkan pihaknya saat ini terpaksa harus memangkas pertumbuhan industri ritel dari kisaran 13 sampai 15 persen per tahun, menjadi delapan sampai 10 persen akibat dari lesunya ekonomi dalam negeri.
"Tahun ini, kami coba revisi. Delapan persen pun pertumbuhan kita sudah bagus," ujar Roy, saat ditemui di kantor Badan Pusat Statistik, Jakarta Pusat, Senin 14 September 2015.
Baca Juga :
Aprindo Jelaskan Soal Minimarket Mainkan Harga
Baca Juga :
Ramayana Susun Strategi Demi Raup Rp8,3 Triliun
"Tahun ini, kami coba revisi. Delapan persen pun pertumbuhan kita sudah bagus," ujar Roy, saat ditemui di kantor Badan Pusat Statistik, Jakarta Pusat, Senin 14 September 2015.
Roy menuturkan, penguatan dolar Amerika Serikat, saat ini bisa memberikan dampak berlebih terhadap harga pokok penjualan ritel sebesar 2,5 persen sampai lima persen.
Menurut dia, langkah pemerintah saat ini masih belum memberikan dampak yang signifikan terhadap industri ritel sendiri.
"Faktor dolar itu sangat signifikan. Kenapa? Produksi bahan baku kita oleh produsen masih barang impor," kata dia.
Dengan melihat kondisi tersebut, Roy berharap adanya langkah konkret pemerintah dalam menyikapi hal ini. Seperti menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, maupun percepatan penyerapan anggaran yang sampai saat ini masih terus terhambat.
"Subtitusi impor kita harapkan, sehingga tidak bermasalah lagi dengan nilai tukar. Konsumsi pemerintah juga harus ditingkatkan. Penyerapan (anggaran) harus dipercepat," ungkapnya. (asp)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Roy menuturkan, penguatan dolar Amerika Serikat, saat ini bisa memberikan dampak berlebih terhadap harga pokok penjualan ritel sebesar 2,5 persen sampai lima persen.