Perlu UU Atur Standarisasi Gaji Pejabat dan Direksi BUMN

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan
Sumber :

VIVA.co.id - Wakil Ketua DPR Taufik Kuriniawan menegaskan, tidak hanya dialami DPR sekarang, DPR periode sebelumnya juga telah membahas masalah standarisasi gaji pejabat negara dan gaji direksi BUMN.

“Jadi siapapun Presidennya, siapapun pemerintahannya ini kita luruskan bersama-sama. Ini sebetulnya hutang DPR periode sebelumnya, pernah  dibahas  tapi karena ada pemilu legislatif dan pilpres akhirnya tertunda pembahasannya,” kata Taufik di Jakarta, Senin 21 September 2015.

Menurut Pimpinan DPR Koordinator Ekonomi Keuangan ini,  masalah tersebut  jangan sampai lepas dari perhatian publik dan menjadi salah satu topik hangat saat rapat konsultasi Kementerian Keuangan dengan Pimpinan DPR dan Pimpinan Fraksi-fraksi.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa perlunya diatur standarisasi gaji pejabat dan Direksi BUMN karena ada hal yang aneh dan tidak wajar.  Seorang direksi BUMN gajinya selangit  ditambah bonus dan tantim, yang sampai ratusan juta, sementara seorang Presiden tidak sampai ratusan juta. Padahal, bagaimanapun Presiden adalah Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, kalau di swasta adalah CEO - Presiden Direktur.

“Mana mungkin Presiden Direktur  gajinya lebih rendah dari pada supervisornya atau  lebih rendah dari manajernya. Makanya akan kita  tata,” tambah politisi PAN ini.

Khusus mengenai gaji Direksi BUMN,  Taufik mengatakan,  sering kali menjadi hal yang dilematis karena  BUMN memiliki asset yang hampir empat kali lebih besar dari APBN. Aset BUMN ada yang lebih dari Rp4.000 triliun sedangkan APBN hanya  sekitar  Rp2.000 triliun dan semua itu  adalah uang rakyat atau  uang publik.

Ia  kembali menyoroti besarnya  take home pay para direksi BUMN ada yang sangat fantastis, ada yang Rp200 juta, ada yang Rp300 juta  belum bonusnya. Yang lucu, ada BUMN rugi tapi gajinya direksinya selangit. 

“Jangan hanya menyoroti anggaran kasur, toilet tetapi yang jumlahnya triliunan lepas dari pengawasan masyarakat,” ujarnya dengan menambahkan, DPR intinya tidak hanya ingin adanya penyesusaian, tetapi dibuat standarisasi.

BUMN, lanjut Taufik,  rujukannya adalah Kemenku dan Bappenas, tidak hanya kepada Kemenku saja karena disitu ada RUPS ada Penyertaan Modal Negara (PMN). Lalu logikanya bagaimana, ada BUMN minta PMN, kemudian  disetujui bersama dengan DPR tapi gaji direksi BUMN lebih tinggi dari Presidennya bahkan empat kali  lipat.

Supaya tidak terpecah, Pimpinan Dewan ini mengajak untuk  konsentrasi dulu pada RAPBN 2016 sambil menunggu situasi ekonomi yang sedang tidak bersahabat, sambil menunggu 2016 diharapkan ekonomi bisa leading kembali, sudah  disiapkan perangkat UUnya. “Jangan dibalik, ekonomi sedang lemah apa layak menaikkan tunjangan. Akan kita atur,  tidak harus naik, bisa juga diturunkan. Bahkan bisa dijalankan kebijakan tigh money policy (kebijakan uang ketat)  untuk direksi BUMN yang gajinya Rp500 juta atau Rp400 juta diturunkan sesuai aturan yang ada,” tegasnya.

Selanjutnya, tambah dia, ujung dari standarisasi di BUMN  adalah penerapan indikator kinerja . BUMN yang rugi konsekuensiya  tidak bisa disamakan dengan BUMN yang untung. Apalagi BUMN rugi, direksinya dapat bonus, hal-hal seperti ini yang harus diluruskan sebab menyangkut uang triliunan yang harus dipertangungjawabkan kepada publik.

“Prinsipnya bukan bicara per institusi tetapi  secara global kita buat aturan perundangannya dan menjadi acuan penetapan gaji pejabat dan direksi BUMN,” ujarnya. (www.dpr.go.id)

Pimpinan DPR Nilai Sudah Cukup Bukti Jadikan Ahok Tersangka
Anggota Komisi VII DPR RI Aryo Djojohadikusumo

Komisi VII Dukung Upaya Pemerintah Perkuat Pertamina

Demi mencapai kedaulatan energi.

img_title
VIVA.co.id
4 November 2016