Mahyudin: Lawan Liberalisasi yang Merugikan

Wakil Ketua MPR H. Mahyudin
Sumber :
VIVA.co.id
Bom Sarinah, Ketua MPR Nilai Aparat Tak Kecolongan
- Pelatihan untuk pelatih Sosialisasi Empat Pilar bagi 100 dosen perguruan tinggi agama Islam  wilayah Kopertais III Yogyakarta yang berlangsung sejak Kamis 19 September 2015 resmi di tutup.

Simposium Kebangsaan MPR, Mengevaluasi Proses Ketatanegaraan

Penutupan Training of trainers (ToT) itu dilakukan oleh  Wakil Ketua MPR RI Mahyudin ST, MM pada Minggu 20 September 2015 malam. Mahyudin menutup kegiatan Tot bagi perwakilan 14 perguruan tinggi agama Islam Yogyakarta itu dengan mengucap Hamdallah dilanjutkan pelepasan tanda peserta TOT.
Wakil Ketua MPR: Indonesia Dipandang Penting oleh Qatar

Wakil Ketua MPR H. Mahyudin

Dalam sambutannya Mahyudin antara lain mengharapkan, para peserta bisa mensosialisasikan materi yang diperoleh selama ToT kepada mahasiswa. Karena memang, itulah  salah satu alasan mengapa ToT diselenggarakan bagi para dosen. Dosen dianggap sebagai pelaku perubahan, khususnya bagi mahasiswa.


Pancasila kata Mahyudin diyakini menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Pengakuan seperti itu juga pernah disampaikan DN Aidit, salah satu pemikir dan pelaku G 30 S PKI. Karena itu Aidit yakin, untuk meruntuhkan Indonesia harus menggantikan Pancasila dengan ideologi yang lain. Dan dengan alasan bahwa Indonesia sudah bersatu, maka Aidit pun melakukan propaganda untuk mengganti Pancasila.


"Pancasila sudah ada sejak lama, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya diambil dari nilai luhur bangsa Indonesia. Karena itu sampai kapanpun, Pancasila akan selalu sesuai bagi bangsa Indonesia dan tidak bisa digantikan dengan ideologi lainnya,” kata Mahyudin.


Indonesia kata Mahyudin tidak pantas dijajah oleh Belanda. Karena wilayah negara Belanda tidak seluas Indonesia, penduduknya pun  biasa saja.  Artinya bisa dikalahkan oleh orang Indonesia. Namun, Belanda sangat pandai dalam memecah belah. Sehingga pasukan Belanda dapat menguasai Indonesia.


Indonesia bisa dikalahkan Belanda karena masyarakat Indonesia tidak berpegang pada Pancasila. Sehingga mereka  menjadi lebih mudah diadu domba. Kondisi ini sama seperi zaman Sriwijaya dan Majapahit. Ketika itu keduanya adalah kerajaan besar, namun akhirnya hancur karena tidak memiliki persatuan.


"Saatnya kita menentang dan melawan kekuatan asing yang hendak menghancurkan Indonesia. Salah satunya seperti IMF dan paham  liberalisasi yang dibawanya. Kita tidak boleh berdiam dan harus berani melawan, karena semua itu berlawanan dengan Pancasila,” kata Mahyudin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya