Menkeu: RI Mampu Bertahan di Tengah Krisis Global

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVA.co.id - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, menyatakan Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mampu bertahan di tengah krisis ekonomi global.

Usai merdeka di tahun 1945, lanjut Bambang, Indonesia mengalami goncangan ekonomi hingga tahun 1980. Hal ini tercermin dari kondisi di era Presiden Soekarno, ketika Indonesia hanya dijadikan sebagai lahan investasi bagi negara penjajah, seperti Jepang dan Belanda.

"Indonesia punya pengalaman krisis, karena krisis pernah terjadi sejak 1945. Ekonomi kita suram. Masa rendah setelah perang. Inflasi tinggi, pertumbuhan negatif," ujar Bambang dalam keynote speechnya di seminar Managing Financial Turbulence di Hotel Ritz Carlton, Jakarta Pusat, Selasa 22 September 2015.

Turut hadir dalam acara ini, Wakil Presiden Indonesia era Susilo Bambang Yudhoyono, Boediono, mantan Menteri Keuangan Inggris era Perdana Menteri Gordon Brown (2007-2010), Alistair Darling, dan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan Amerika Serikat (FDIC) periode 2006 - 2011, Sheila Bair.

Bambang menuturkan, sejak era tersebut, Indonesia mampu belajar menangani krisis. Hingga puncaknya, pada awal 1990, Indonesia pernah menjadi salah satu negara yang diperhitungkan di kawasan Asia. Sebab, saat itu pertumbuhan ekonomi nasional mampu menembus angka tujuh persen.

"Pertengahan tahun 1980, pemerintah kita ada deregulasi. Ini awal sukses. Di tahun 1990, kita pernah menjadi keajaiban Asia pada periode itu," kata dia.

Setelah era kesuksesan, Bambang menjelaskan, pelajaran sesungguhnya adalah saat Indonesia diterpa krisis pada periode 1997 sampai dengan 1998. Indonesia mengalami krisis ekonomi, bukan hanya karena pengaruh ekonomi global, namun ada faktor politik dalam negeri di dalamnya. Akibatnya, Indonesia harus kembali melakukan transformasi stabilitas ekonomi makro.

"Rupiah kita terdepresiasi, pengangguran, orang miskin jumlahnya terus bertambah. Ini periode gelap. Ada pengaruh dari politik. Krisis ini menjadi pelajaran bagi kita," ujar dia.

Rupiah Melemah, Tertekan Gejolak Ekonomi Global

Pengalaman ini, kata Bambang, telah diterapkan secara efektif oleh pemerintah saat menghadapi krisis ekonomi global tahun 2008. Di mana, meskipun saat itu harga komoditas terpuruk, Indonesia masih bisa tetap tumbuh di angka yang relatif positif.

"Kebijakan makro prudensial punya peran mengatasi krisis. Kita pernah tumbuh enam persen meskipun negara lain turun," katanya.

Bambang mengakui, dengan perkembangan ekonomi global saat ini, yang tengah bergejolak, Indonesia masih belum menunjukan grafik ke arah yang positif. Sebab, ketidakpastian dari bank sentral Amerika Serikat, dan harga komoditas dunia yang terus terfluktuatif masih menjadi ancaman kedepan.

Karena itu, pemerintah akan tetap bekerja sama dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, bersama lembaga otoritas terkait untuk tetap menjaga pasar keuangan dalam negeri, guna mengatasi adanya sentimen negatif ekonomi global.

"Suku bunga acuan BI tetap stabil, OJK relaksasi peraturan, dan belajar dari pengalaman, pemerintah telah mengurangi tekanan ekonomi makro. Kita juga sudah buat JPSK (Jaring Pengaman Sistem Keuangan). Ini untuk mengatasi krisis di sektor finansial," kata Bambang. (asp)

toko di pasar Senen

Sofjan Wanandi: Demo Tak Pengaruh Iklim Investasi

Hanya fenomena politik jelang pilkada.

img_title
VIVA.co.id
4 November 2016