Sumber :
- ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
VIVA.co.id
- Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) menyatakan keberatan atas tuntutan pekerja yang ingin Upah Minimum Provinsi (UMP) dinaikkan sekitar 22 sampai 25 persen pada tahun depan.
Baca Juga :
Tips agar Target Pekerjaan Sesuai 'Deadline'
Baca Juga :
Industri Makanan Kemasan Jawara di ASEAN
Melemahnya ekonomi nasional, diperparah dengan semakin perkasanya dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah, membuat tuntutan itu sulit dipenuhi. Apalagi biaya produksi industri ini meningkat akibat naiknya bahan baku impor, karena masih minimnya ketersediaan dalam negeri.
"Kami sangat keberatan sekali. Kami berharap teman-teman serikat pekerja menyadari bahwa jangan selalu memikirkan diri sendiri," ujar Ketua Umum GAPMMI, Adhi S. Lukman, saat ditemui di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Jumat 25 September 2015.
Saat ini, kata Adhi, industri makanan dan minuman tengah dilanda berbagai macam tantangan. Selain serta meningkatnya biaya produksi, anjloknya volume penjualan karena daya beli masyarakat sedang melemah juga turut berkontribusi mengikis keuangan perusahaan di industri ini.
Baca juga:
"Kami pernah sampai stop produksi, karena beberapa Kementerian yang mengeluarkan kebijakan stop impor garam. Karena ketidakpastian aturan ini, kami kehilangan nilai tambah meski porsi garam di bahan baku kecil," keluh Adhi.
Bercermin dari beberapa tantangan tersebut, dia pun meminta pengertian dari para pekerja sementara ini tidak menuntut banyak kepada perusahaan, terutama mengenai kenaikan upah. Sebab, apabila perusahaan nantinya semakin tertekan, justru akan berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Kita (Perusahaan dan pekerja) harus bersatu menyelamatkan kapalnya dulu. Kalau kapalnya tenggelam, percuma. Mau menuntut berapa persen juga tidak akan ada gunanya," tambahnya.
Baca juga:
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Saat ini, kata Adhi, industri makanan dan minuman tengah dilanda berbagai macam tantangan. Selain serta meningkatnya biaya produksi, anjloknya volume penjualan karena daya beli masyarakat sedang melemah juga turut berkontribusi mengikis keuangan perusahaan di industri ini.