Siapa Layak Jadi Pemilik Antariksa?

Potret Afrika Selatan dan Atlantik Selatan dari ISS
Sumber :
  • NASA

VIVA.co.id - Bicara mengenai , sudah banyak negara yang meluncurkan misinya. Negara yang sejauh ini perkasa mendominasi eksplorasi antariksa adalah Amerika Serikat, Rusia, China, dan lainnya.

Sejauh ini, wilayah merupakan area bebas klaim dari negara mana pun, termasuk negara maju tersebut.

Dikutip dari BBC, Jumat 25 September 2015, sepanjang ini landasan yang dipakai untuk wilayah antariksa adalah Traktat Ruang Angkasa yang dikeluarkan pada 1967. Perjanjian antarnegara itu menegaskan antariksa adalah wilayah bebas klaim negara mana pun. 

Traktat tersebut juga menjadi pedoman bagi 129 negara. Pelaksanaan traktat ini diawasi oleh badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) khusus antariksa (UNOOSA). Sebanyak 129 negara yang menyepakati traktat itu termasuk China, Rusia, Inggris, dan AS.

Pengawasan antariksa berjalan dengan prinsip penting, yaitu antariksa harus menjadi wilayah semua kemanusiaan. Selain itu, antariksa bebas untuk eksplorasi, dan semua negara bebas melakukannya.

Kejahatan dan Ide Penjara di Luar Angkasa

Bulan dan benda angkasa tidak bisa diklaim sebagai kedaulatan negara tertentu. Benda-benda angkasa hanya boleh digunakan untuk tujuan damai, senjata tidak boleh ditempatkan di orbit atau antariksa.

Namun, dengan perkembangan eksplorasi antariksa masa kini serta ambisi eksplorasi antariksa perusahaan swasta, mendorong perlunya penegasan aturan wilayah ruang angkasa.

Ilmuwan London School of Economics serta editor Jurnal Space Policy, Jill Stuart, berpandangan, memang traktat tersebut masih dipegang hingga kini. Tapi, dia melihat ada beberapa potensi jebakan.

"Tidak ada definisi resmi (wilayah) antariksa, tapi apa yang dikerjakan PBB yang belum lama ini berkonsultasi dengan negara anggota, saya menduga akan menetapkan demarkasi fisik sampai 100 km di atas," ujar Stuart.

Demarkasi fisik yang menjadi perhatian Stuart diduga untuk mengakomodasi perusahaan pesawat antariksa komersial, misalnya Virgin Galactic. Diketahui, maskapai ini mengembangkan pesawat wisata yang bisa meluncur hingga suborbit.

Stephen Hawking Punya Misi Antariksa Baru

Artinya, Virgin harus mematuhi hukum penerbangan internasional dan hukum antariksa.

Traktat Ruang Angkasa juga diakui merupakan fondasi bagi hukum antariksa internasional. Tapi, perjanjian itu bukan referensi yang tepat untuk aktivitas antariksa komersial, misalnya eksplorasi sumber daya antariksa. Aktivitas ini belum diakomodasi dalam traktat yang usang dibuat pada 1967.

"Hukum internasional ambigu dalam perusahaan swasta yang berambisi menggelar operasi penambangan di antariksa," kata Ian Crawford, pakar ilmu planet Birkbeck College, Universitas London.

Untuk itu, ia berpendapat perlunya semacam peninjauan kembali Traktat Ruang Angkasa, sehingga bisa tetap sesuai dengan konteks saat ini.

Alasan lain untuk meninjau kembali traktat, kata Crawford, yaitu untuk menyelamatkan situs, misalnya bulan yang sudah menjadi incaran eksplorasi berbagai pihak.

"Untuk alasan ilmiah, beberapa area Bulan merupakan situs yang menarik secara keilmuan dan ini harus dilestarikan serta dilindungi dari aktivitas komersial," ujarnya.

Crawford juga mengingatkan saat penambangan sumber daya antariksa bisa terjadi dalam waktu dekat. Pertanyaannya, bagaimana jika praktik penambangan antariksa oleh perusahaan swasta seperti Planetary Resources dan Moon Express bertentangan dengan traktat tersebut.

Hal lain yang patut dipertimbangkan, menurut Cassandra Streer, direktur eksekutif McGill Institute for Air and Space Law yaitu potensi penggunaan antariksa sebagai arena perang militer dan senjata.

Steer mengatakan, satelit yang diluncurkan bisa saja suatu saat dipakai secara ganda untuk kepentingan sipil, tapi juga sekaligus untuk kepentingan militer dan menyerang musuh.

2017, Moon Express Buka Perjalanan Wisata ke Bulan

Mereka mengklaim telah mendapatan izin dari pemerintah federal.

img_title
VIVA.co.id
5 Agustus 2016