Rupiah Fluktuatif, Menkeu: Banyak Unsur Spekulasi

Ilustrasi uang rupiah.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
VIVA.co.id
Rupiah Melemah, Tertekan Gejolak Ekonomi Global
- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, menyebut kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yang terus berfluktuasi merupakan kondisi yang tidak normal. 

Sikap Pasar Modal dan Rupiah Soal Aksi Damai 4 November
Hal ini tercermin dari kondisi nilai tukar yang terus bergerak melemah di kisaran Rp14.700 per dolar AS.

Dolar Masih Lemah, Rupiah Melaju di Jalur Hijau
"Nilai hari ini tidak riil. Banyak sekali unsur spekulasi. Sama sekali tidak objektif. Krisis manajemen BI (Bank Indonesia) menyebutkan, ada sesuatu yang tidak benar," ujar Bambang, saat rapat kerja bersama Komite IV di gedung DPD, Jakarta Pusat, Senin 28 September 2015.

Bambang menuturkan, kombinasi dari ekonomi global dan domestik bukan hanya menekan nila tukar rupiah terhadap dolar AS, tetapi turut andil dalam memberikan sentimen negatif terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) dan pasar modal dalam negeri.

"Penguatan dolar AS itum karena wacana suku bunga AS. Apalagi, kalau naiknya besar, bisa tersedot semua ke Amerika. Faktor domestik, banyak devisa kita yang ditaruh di luar. Kita butuh banyak dolar AS, karena kita tetap impor," kata dia.

Meskipun rupiah terus tergerus terhadap dolar AS, dia mengakui, sampai saat ini sektor perbankan nasional masih bergerak di level yang relatif aman, yakni kredit bermasalah, atau non performing loan (NPL) masih berada di angka 2,7 persen, capital adequacy ratio (CAR) sebesar 20 persen, serta pertumbuhan kredit sebesar 11 persen.

Karena itu, pemerintah segera mengeluarkan kebijakan baru untuk menarik devisa yang berada di luar negeri untuk bisa kembali masuk ke dalam Indonesia. 

Menurutnya, upaya tersebut merupakan langkah pemerintah dalam meningkatkan cadangan valuta asing domestik.

"Kami sedang membuat kebijakan dalam bentuk DHE (dana hasil ekspor). Kami, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan akan buat kebijakan ini. Kami cari cara bukan dengan paksaan, melainkan insentif," ungkap Bambang. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya