Dukung Presiden Jokowi yang Tidak Meminta Maaf Pada PKI

Ketua Fraksi PKS di MPR, TB Soenmandjaja
Sumber :
VIVA.co.id
Bom Sarinah, Ketua MPR Nilai Aparat Tak Kecolongan
- Di sela-sela menjadi narasumber Training of Trainer (TOT) Empat Pilar MPR di Bogor, Jawa Barat, 2 Oktober 2015, Ketua Fraksi PKS di MPR, TB Soenmandjaja, mengatakan dirinya mendukung apa yang dikatakan oleh Presiden Jokowi bahwa ia tidak meminta maaf pada PKI.

Simposium Kebangsaan MPR, Mengevaluasi Proses Ketatanegaraan

“Bangsa kita adalah bangsa pemaaf namun masalahnya bukan di situ,”ujar Soenmandjaja.
Wakil Ketua MPR: Indonesia Dipandang Penting oleh Qatar


Menurut Soenmandjaja yang menjadi masalah adalah bila kita meminta maaf pada PKI. Dari aspek politisi bila meminta maaf akan menempatkan pada pihak yang salah. "Akan mengesankan kita yang salah," ujarnya.


Dari aspek hukum, dalam HAM akan berkosekuensi pada apa yang akan diberikan pada korban, apakah itu materi atau finansial.


Menurut Soenmandjaja, pergulatan politik yang menimbulkan korban bukan hanya dengan PKI namun juga dengan pihak atau kelompok lainnya. Soenmandjaja tidak mau menyebutkan dengan kelompok atau pihak lain yang mana pergulatan politik itu yang menimbulkan korban. "Terus apa kita juga akan meminta maaf pada pihak atau kelompok yang lain?" tanyanya.


Ditegaskan oleh Soenmandjaja bahwa sikap dasar bangsa Indonesia soal komunis sudah diatur dalam Ketetapan No XXV/MPRS/Tahun 1966. "Jadi negara sudah jelas mempunyai sikap yakni melarang ajaran komunis dan ateis,”katanya.


Disampaikan bahwa dalam hubungan antarmanusia memang kita harus adil dalam memandang sejarah. Untuk itu dirinya berharap agar apa yang pernah terjadi diambil hikmahnya agar peristiwa itu tak terulang.


Untuk memelihara persatuan kita perlu melakukan rekonsiliasi dalam hubungan antar anak bangsa seperti yang pernah dilakukan oleh Ketua MPR Taufik Kiemas dengan mengumpulkan anak-anak dari orangtua di mana mereka pada masa lalu berseberangan.


"Masa lalu kita jadikan modal yang lebih baik untuk menata masa depan. Yang salah kita tinggalkan yang baik kita teruskan, bangsa ini tak mungkin dibangun oleh satu elemen," ujarnya.


Diakui bangsa ini memang bangsa yang berdasarkan hukum tetapi penegakkan harus menggunakan kaidah supremasi hukum, kesamaan hak, proses hukum, dan praduga tidak bersalah. Kaitan dengan Tap No XXV/MPRS maka Tap itu harus ditegakkan sesuai dengan hukum, perundang-undangan, HAM dan demokrasi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya